TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan komunikasi yang diduga terjadi antara Elfin Muhtar dan Robi Okta Fahlevi, dua tersangka dugaan suap proyek pembangunan jalan di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Elfin adalah Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan serta Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim, sedangkan Robi merupakan pihak swasta.
"Diduga pada tanggal 31 Agustus 2019 EM meminta kepada ROF agar menyiapkan uang pada hari Senin dalam pecahan dolar sejumlah 'lima kosong kosong'," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Selasa malam, 3 September 2019.
Pada 1 September, kata Basaria, keduanya diindikasikan kembali berkomunikasi. Mereka diduga membicarakan kesiapan uang Rp 500 juta dalam bentuk dolar. Jika dihitung berdasarkan kurs hari ini, US$ 35 ribu setara Rp 499,26 juta.
"Uang lima ratus juta rupiah tersebut ditukar menjadi tiga puluh lima ribu US dolar," kata Basaria.
Sehari setelahnya, KPK menduga Robi menyerahkan uang US$35 ribu itu kepada Elfin di sebuah Restoran Mie Ayam di Palembang. KPK kemudian menangkap keduanya serta staf masing-masing yang menemani mereka.
Dari situ, tim lembaga antikorupsi ini menangkap Bupati Muara Enim Ahmad Yani di kantornya. Usai menyita sejumlah dokumen, menyegel kantor Yani dan Elfin, serta rumah dan kantor Robi, KPK membawa ketiga orang tersebut dan seorang lainnya ke Jakarta. Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Yani, Elfin, dan Robi.
KPK menduga US$ 35 ribu itu merupakan bagian commitment fee sebesar 10 persen terkait proyek pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim. Yani ditengarai sejak awal menetapkan syarat fee itu kepada para calon pelaksana proyek.
Kemudian, Yani juga meminta kegiatan pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin. KPK menduga Robi menyanggupi syarat itu sehingga perusahaannya, PT Enra Sari mendapatkan 16 paket pekerjaan senilai Rp 130 miliar.