TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku telah memberi perintah kepada Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat terkait situasi di daerah tersebut.
"Maklumat untuk melakukan larangan demonstrasi atau unjuk rasa yang potensial anarkis," ujar Tito di Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Ahad, 1 September 2019.
Tito menjelaskan, maklumat itu dikeluarkan karena belajar karena pengalaman unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Manokwari dan Jayapura. Menurut dia, polisi telah berniat baik dengan memberi kesempatan kepada pengunjuk rasa menyampaikan aspirasi sesuai Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998.
"Tapi kenyataannya menjadi anarkis, menjadi rusuh, ada korban dan kerusakan," kata Tito.
Menurut Tito, di dalam Undang-Undang yang sama, yakni pada Pasal 6, unjuk rasa juga boleh dilarang jika sifatnya mengganggu ketertiban publik dan hak asasi orang lain. Untuk itu, dia memerintahkan Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat.
Tito menambahkan, langkah serupa juga pernah dilakukannya pasca kerusuhan 21-23 Mei 2019. Saat itu, dia melarang adanya unjuk rasa di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
"Kenapa? Kami toleransi, disalahgunakan. Ini juga sama (Papua), ditoleransi disalahgunakan, ya kami tidak mau, ketertiban publik menjadi taruhannya," kata dia.
Terkait situasi di Papua, 6 ribu anggota TNI dan Polri sudah diterjunkan. Pasukan itu tersebar di Jayapura, Manokwari, Sorong, Paniai Deiyai, Nabire, dan Fakfak. Tito mengaku siap mengirimkan pasukan tambahan ke Papua jika diperlukan.