TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto kembali menyerukan perlunya menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) lewat amandemen terbatas UUD 1945.
Menurut Hasto, GBHN diperlukan agar bangsa Indonesia mempunyai perencanaan menyeluruh di berbagai bidang untuk jangka panjang 50-100 tahun ke depan. Termasuk, kata dia, dalam persiapan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan.
"Kalau tidak ada haluan negara, 2024, presidennya ganti, tiba-tiba ibu kota dipindahkan ke Wonosari, Gunungkidul sana," ujar Hasto Kristiyanto saat menjadi inspektur upacara dalam peringatan HUT RI ke-74 PDIP di Lapangan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu, 17 Agustus 2019.
Untuk itu, Hasto menyebut PDIP akan terus melobi partai lain sehingga amandemen terbatas UUD 1945 bisa terwujud.
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyebut, fraksi-fraksi sudah sepakat akan rencana amandemen terbatas UUD 1945 dengan kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi negara menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara. Keputusan itu tinggal diketok pada rapat paripurna terakhir pada 27 September 2019.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengisyaratkan menolak amandemen terbatas UUD 1945 dan upaya menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara. "Saya ini kan produk pemilihan langsung," ujar Jokowi ketika makan siang bersama para pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.
Jokowi menyatakan, GBHN juga tidak diperlukan lagi. Alasannya, zaman bergerak dengan cepat dan dinamis sehingga harus ditanggapi dengan cepat. Jokowi menyatakan, GBHN juga tidak diperlukan lagi. Alasannya, zaman bergerak dengan cepat dan dinamis sehingga harus ditanggapi dengan cepat.