TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, menduga ada pemulung data NIK dan KK di media sosial. Ini terkait dengan penyalahgunaan data kependudukan itu di media sosial.
"Pemulung data ini berbahaya," ujar Zudan di Kantor Obmbudsman, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Terkait viralnya dugaan jual beli data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) di media sosial, Zudan memastikan tak terjadi kebocoran data dari internal kementerian.
Meskipun demikian, pihaknya telah meminta Badan Reserse Kriminal Mabes Polri melacak kasus jual beli NIK dan KK di media sosial. "Kami berkoordinasi dengan Bareskrim agar proses penyalahgunaan data, baik lewat medsos maupun media lain bisa segera dilacak," ujar Zudan.
Zudan mengatakan, penyisiran tersebut bertujuan untuk memberikan rasa tenang kepada masyarakat. Kemendagri, kata dia, tidak melaporkan orang yang menyalahgunakan, tetapi melaporkan kejadiannya. Sehingga, polisi lah yang akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Menurut Zudan, sesuai Undang-Undang Administrasi Kependudukan, siapapun yang memperjualbelikan data, membeli data, memanfaatkan data secara tidak benar, sanksinya dua tahun dan denda sampai Rp 10 miliar.
Kemendagri juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk take down gambar-gambar KTP elektronik dan KK yang beredar di media sosial. Kominfo kini sedang melakukan profiling.