INFO NASIONAL — Alun-alun Kota Temanggung dipenuhi lautan manusia. Ribuan pasang mata tertuju ke atas panggung, menikmati sajian tarian yang tak henti memesona nyaris lima jam. Wajah para pejabat teras di kursi VIP memancarkan ceria. Mereka bangga melihat Java International Folkore (JiFolk) 2019 pada 12-14 Juli menyedot perhatian massa. Kesuksesan ini sesuai dengan tujuan platform Indonesiana yang berupaya menumbuhkan ekosistem kebudayaan yang berakar kuat pada kearifan lokal.
Indonesiana adalah implementasi terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang berisi kerja sama pemerintah dan masyarakat dalam penguatan kapasitas daerah untuk menyelenggarakan kegiatan budaya. Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, serta pemerintah pusat bekerja sama menyelenggarakan Festival Sindoro Sumbing sebagai pelaksanaan amanat perundangan itu. Dari sepuluh rangkaian acara selama 9 Juni hingga 27 Juli, JiFolk merupakan rangkaian ketujuh.
JiFolk menjadi istimewa, terutama bagi masyarakat Temanggung karena ajang ini menjadi arena unjuk diri para pegiat dan penggiat kesenian lokal. Harapannya, komunitas seni semakin bersemangat mengembangkannya ke level lebih tinggi, bahkan menggerakkan roda perekonomian daerah tersebut.
“Mendikbud Profesor Muhajir Effendi telah menyampaikan kepada bapak-bapak para bupati yang ada di seluruh tanah air bahwa kebudayaan harus menghidupkan seluruh dimensi kerakyatan,” kata Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadjamuddin Ramly, di hari terakhir JiFolk, 14 Juli 2019.
Untuk menggenjot geliat berkesenian, Nadjamuddin menambahkan, pemerintah daerah harus mengupayakan agar anggaran di sektor ini ditambah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Indikator bupati peduli budaya dapat dilihat dari seberapa besar APBD untuk sektor kebudayaan. Kalau (mengandalkan) pariwisata tidak bisa menjual apa-apa kalau kebudayaannya amburadul. Oleh karena itu, kalau ingin pariwisatanya dikunjungi oleh wisatawan mancanegara atau domestik, maka perbaiki sektor kebudayaan,” ujarnya.
Setidaknya terdapat dua faktor pentingnya anggaran yang besar dalam APBD, lanjut Nadjamuddin. Yang pertama, agar para pelaku seni tradisi bisa mendapat bantuan tiap bulan. Ia mencontohkan komitmen pemerintah pusat memberikan Anugerah kebudayaan kepada Maestro Tradisi sebesar 25 juta per tahun sampai orang tersebut meninggal. “Jadi, komitmen Mendikbud tidak main-main,” ucapnya.
Kedua, anggaran yang baik memungkinkan acara seni budaya berkelanjutan. Festival Sindoro Sumbing, termasuk JiFolk di dalamnya, menjadi pergelaran besar untuk kali perdana di Temanggung. Tingginya antusiasme masyarakat, euforia yang berhasil diraih menjadi tak berguna jika tak ada kesinambungan.
Sebagaimana diketahui, terdapat lebih dari 700 gup kuda lumping menyebar di 20 kecamatan. Kuda lumping atau disebut juga jaran kepang, telah ditetapkan sebagai ikon Temanggung. Belum lagi, grup seni lainnya, seperti Tari Bangilun, Tari Kubro Siswo, dan Tari Soreng. Semua komunitas ini boleh jadi akan meredup, lalu punah, jika tak mendapat tempat untuk menunjukkan kebolehan mereka.
Penyelenggaraan Festival Sindoro Sumbing, termasuk JiFolk, dipandang cukup berhasil mencuri perhatian nasional. Tak heran, Nadjamuddin menantang kesiapan Pemerintah Kabupaten Temanggung menambah anggaran untuk kebudayaan dalam APBD. “Saya mohon Pak Al Khadziq (Bupati Temanggung), tahun depan sudah 40 miliar,” kata Nadjamuddin.
Ia menjanjikan, jika berhasil, maka kerja sama antara Kabupaten Temanggung dan pemerintah pusat dalam platform Indonesian bakal hadir lagi di kota ini tahun depan. Rencananya, festival musik perkusi yang mendapat giliran.
Menanggapi permintaan ini, Muhammad Al Khadzig mengaku siap menerima tantangan itu. Pasalnya, JiFolk sukses. Bahkan, di hari kedua ia mengklaim dihadiri sekitar 70.000 orang berduyun dari seluruh penjuru Temanggung. “Dari evaluasi pertunjukan selama tiga hari ini, kita semakin kuat mendapat kesimpulan bahwa DNA masyarakat Temanggung adalah DNA kebudayaan,” ujarnya penuh keyakinan.
Selama JiFolk berlangsung, alun-alun kota ini selalu penuh. Masyarakat berduyun ingin menyaksikan para penampil dari 11 kota dan 11 negara. Partisipan itu antara lain Kethek Ogleng (Wonogiri), Barong (Bali), Gandrung (Banyuwangi), grup musik kontemporer Saling Silang Bunyi (Malang), 10 negara ASEAN menarikan kolaborasi tari kontemporer, serta khasanah ikon lokal Tari Jaran Kepang. (*)