TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan belum menerima permohonan amnesti dari staf tata usaha SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril, terkait kasus pelanggaran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Belum sampai meja saya,” katanya singkat usai meresmikan pembukaan Karya Kreatif Indonesia di Jakarta Convention Center, Jumat, 12 Juli 2019.
Baca juga: Kasus Baiq Nuril, Pemerintah Pertimbangkan Tinjau Ulang UU ITE
Jokowi berujar akan cepat memproses permohonan amnesti Baiq jika sudah sampai ke mejanya. “Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait, kami putuskan secepatnya,” ujar dia.
Jokowi sudah mempersilakan Baiq Nuril untuk mengajukan amnesti setelah PK-nya ditolak MA. Jokowi menyatakan bakal membahas permohonan itu dengan Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Menko Polhukam. "Untuk menentukan apakah amnesti, apakah yang lainnya."
Jokowi menegaskan bahwa sejak awal kasus Baiq ini merebak, perhatiannya tidak berkurang. Namun dia mengingatkan untuk menghormati keputusan yang sudah ditetapkan Mahkamah Agung. "Itu bukan pada wilayah eksekutif," kata Jokowi, Jumat pekan lalu.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril mengaku kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim, lewat sambungan telepon. Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraan tersebut. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum dengan menggunakan Pasal 27 ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE.
Kasusnya bergulir dari Pengadilan Negeri Mataram hingga sampai ia mengajukan kasasi ke MA. Baiq Nuril lantas mengajukan Peninjauan Kembali ke MA, namun permintaan tersebut ditolak. Dengan penolakan ini, Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.