TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Moechgiyarto mentargetkan investigasi kerusuhan dalam Aksi 22 Mei bisa selesai dalam waktu yang tak lama. "Kami berusaha secepatnya. Mohon doanya semoga bisa diungkap," kata Moechgiyarto melalui pesan teks, Senin, 3 Juni 2019.
Sebagaimana diketahui, kericuhan terjadi dalam aksi 21-22 Mei lalu. Aksi dimulai oleh pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo -Sandiaga Uno unjuk rasa ke Badan Pengawas Pemilu akibat tak terima dengan hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum. Unjuk rasa berakhir ricuh. Delapan orang tewas, ratusan orang lainnya luka-luka.
Baca juga: Hermawan Sulistyo Ungkap Kejanggalan Korban Tewas Aksi 22 Mei
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian membentuk tim investigasi guna mengusut Aksi 22 Mei. Tim bekerja sejak 23 Mei, atau satu hari setelah kericuhan. Pada awal investigasi, polisi telah mendeteksi dua kelompok massa perusuh yang disinyalir menjadi biang kerusuhan. Kelompok pertama adalah kelompok GARIS, yang disebut berafiliasi dengan ISIS.
Dari kelompok GARIS, polisi meringkus dua orang. Dari keterangan kedua tersangka, mereka berniat untuk berjihad pada Aksi 22 Mei. Kelompok dua menyusup dengan membawa dua senjata api. Kelompok kedua ini membawa senjata dan menciptakan martir apabila ada korban.
Baca juga: Begini Semestinya Polisi Menangani Kerusuhan Aksi 22 Mei ...
Sejalan dengan penyelidikan, Polri menemukan adanya kelompok baru beranggotakan enam orang yang turut menyebabkan kerusuhan. Keenam anggota itu ditangkap dalam rentang waktu 21-24 Mei 2019. Mereka semua memiliki senjata api ilegal. Bahkan, mereka ternyata memiliki rencana lain, yakni membunuh empat tokoh nasional.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan KontraS melihat ada indikasi pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh kepolisian saat menangani massa Aksi 22 Mei. Komnas HAM mencatat, 70 orang dilaporkan hilang sejak peristiwa itu.