TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT PLN non-aktif Sofyan Basir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, 6 Mei 2019. Senin, Dia diperiksa sebagai tersangka dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Baca: KPK Cegah Sofyan Basir ke Luar Negeri untuk 6 Bulan ke Depan
Sofyan datang sekitar pukul 10.00 WIB. Saat tiba di KPK, dia tidak banyak berkomentar dan langsung masuk ke dalam gedung. Ini adalah kali pertama Sofyan diperiksa sebagai tersangka.
Saat ditanya awak media apakah ia siap ditahan, Sofyan menjawab, "Enggak, enggak."
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi lain dalam perkara tersebut, yaitu Corporate Secretary PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) Lusiana Ester, dosen program studi Teknik Pertambangan ITB Syafrizal, "office boy" PT Samantaka Batubara Erry Yudhamiharja, staf pengamanan PT Samantaka Batubara Fredrik Lanitaman, dua orang pihak swasta yaitu Jumadi dan Lukman Hakim.
Sofyan diumumkan berstatus sebagai tersangka perkara suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa, 23 April 2019.
Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp 12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Karena itu, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
Terkait perkara ini, sudah ada tiga orang yang dijatuhi hukuman. Salah satunya, mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Idrus divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Kedua, Eni Maulani Saragih, pada 1 Maret 2019, juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Ketiga, Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca: KPK Periksa Enam Bawahan Sofyan Basir dalam Kasus PLTU Riau-1
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Samin diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih Rp 5 miliar.