TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tenaga ahli mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih, Tahta Maharaya dalam kasus suap PLTU Riau-1. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Simak: Jadi Tersangka, Sofyan Basir di Prancis untuk Urusan Dinas
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan penyidik mendalami aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 kepada Eni Saragih yang berasal dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. “Kami mendalami lebih lanjut dugaan aliran dana kepada Eni Saragih,” kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu, 24 April 2019.
Febri mengatakan penerimaan suap oleh Eni telah terbukti dalam persidangan. Dalam persidangan, kata dia, Eni juga terbukti berperan aktif mengurus pertemuan antara Kotjo dengan Sofyan Basir. Pertemuan itu dihelat supaya perusahaan Kotjo dapat menjadi penggarap proyek pembangkit listrik tersebut. “Kami perlu dalami lebih lanjut,” katanya.
KPK memeriksa Tahta sehari setelah mengumumkan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir. Dalam kasus ini, KPK menyangka Sofyan membantu Eni menerima suap dari Kotjo, selaku pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd. Selain itu, KPK juga menyangka Sofyan menerima janji suap dengan jumlah yang sama besar dengan yang diterima Eni.
Kasus yang menjerat Sofyan berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Eni dan Kotjo pada 13 Juli 2018. Tahta yang juga keponakan Eni, ikut ditangkap dalam operasi tangkap tangan tersebut.
KPK menyangka Eni menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Peran utama Eni adalah membantu Kotjo bertemu dengan Sofyan Basir untuk tujuan tersebut. Eni sudah divonsi 6 tahun penjara karena terbukti menerima suap tersebut.
Baca juga: Sofyan Basir Tersangka, Pengamat Berharap Perencanaan PLN Diawasi
Dalam putusannya, Eni terbukti telah memfasilitasi pertemuan antara Sofyan dan Kotjo sebanyak sembilan kali. Pertemuan dihelat di kantor PLN, restoran, dan rumah Sofyan Basir. KPK menyangka dalam pertemuan-pertemuan tersebut, Sofyan berperan menunjuk perusahaan Kotjo menjadi penggarap proyek PLTU Riau-1 dan menyuruh salah satu direktur PLN untuk berkomunikasi dengan Eni maupun Kotjo. KPK menyangka Sofyan juga memerintah direktur itu untuk memonitor keluhan Kotjo terkait lamanya penentuan proyek.