TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat meminta media tak vulgar dalam memberitakan tentang kasus penganiayaan terhadap anak. Pernyataan ini disampaikan terkait dengan kabar penganiayaan siswi SMP oleh belasan siswa SMA sehingga memicu munculnya tagar #JusticeForAudrey di jagat media sosial.
Baca: Penganiayaan Siswi SMP, Petisi #JusticeForAudrey Tembus 1,8 Juta
Ketua KPPAD Kalimantan Barat Eka Nurhayati Ishak menuturkan ada salah satu media di kota Pontianak yang memberitakan penganiayaan tersebut secara vulgar. Padahal, kata Eka, baik pelaku maupun korban masih di rentang usia anak-anak.
Ia menambahkan pemberitaan tentang anak sudah diatur dalam UU No.11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mewajibkan pemberitaan kasus anak di bawah umur, baik pelecehan maupun kekerasan, agar tidak membuka identitas mereka secara langsung dengan maksud melindungi hak-hak anak tersebut.
"Guna meluruskan permasalahan pemberitaan, apalagi kasus ini sudah viral di media sosial, kami sudah melakukan koordinasi terhadap pihak-pihak sekolah yang bersangkutan. Kami berharap kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyudutkan atau mem-bully kepada pelaku itu," ujar Eka di Pontianak, Selasa, 9 April 2019.
Eka berujar, KPPAD Kalbar, pada Jumat, 5 April 2019 sekitar pukul 13.00 WIB, menerima aduan dari korban AU, 14 tahun, yang didampingi langsung oleh ibunya. Dalam aduan itu, korban melaporkan dirinya telah mengalami kekerasan fisik dan psikis, seperti ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya berbenturan dengan aspal. Korban saat ini masih menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Pontianak.
"Dari pengakuan korban, pelaku utama penganiayaan ada tiga orang, yakni berinisial NE, TP dan FZ, sedangkan sembilan orang lainnya hanya sebagai penonton," kata dia.
KPPAD Kalbar juga menyatakan akan memberikan pendampingan yang sama, baik kepada korban maupun pelaku, sebagai pendampingan trauma healingnya.
Sementara itu, Divisi Hubungan Antar Lembaga KPPAD Provinsi Kalbar Sulastri mengatakan pihak sekolah tidak terlalu dilematis dalam penyelesaian kasus itu. Musababnya, satu di antaranya sudah pada tingkat akhir masa sekolah dan dua lainnya masih duduk di kelas 10 atau kelas satu SMA.
"Tetapi akibat kasus ini viral di medsos, dua pelaku mulai di-bully oleh teman-temannya sehingga mereka menangis. Sementara pelaku satunya, karena sudah kelas tiga sehingga tidak terlalu sensitif seperti dua pelaku lainnya," katanya.
Baca juga: Berawal Tatapan Mata, Pengunjung Kafe di Bekasi Tewas Dihajar
Pihak KPPAD mengatakan mereka akan melakukan pendekatan tidak hanya pada pihak sekolah, tapi juga dari pihak keluarga dalam penyelesaian kasus ini. Hal ini dilakukan untuk mengambil jalan terbaik agar kedua pihak mendapatkan perlindungan pendidikan.
ANTARA