TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah membuka sebagian amplop 'serangan fajar' anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. Sampai hari ini, KPK sudah membuka amplop dari 3 kardus. Sementara, jumlah kardus yang disita KPK dalam berjumlah 82, plus 2 kontainer plastik.
Baca: 5 Fakta Kasus Suap Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso
"Sampai hari ini kami baru bisa menghitung kardus yang ketiga, artinya masih ada 79 kardus lagi dan 2 kontainer yang harus dibuka," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Selasa, 2 Maret 2019.
KPK menyita amplop tersebut dari kantor milik Bowo di Pejaten, Jakarta Selatan, pada Kamis, 28 Maret 2019. KPK menggeledah kantor itu setelah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bowo. KPK menyangka Bowo menerima suap dari Manager Marketing PT Humpuss Transportasi Kimia untuk membantu perusahaan kapal itu menjadi pengangkut amonia milik PT Pupuk Indonesia.
Ekspresi anggota DPR fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso saat memasuki mobil tahanan dengan mengenakan rompi oranye seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019. KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bowo terkait kasus dugaan suap dengan barang bukti uang senilai Rp8 miliar. TEMPO/M Taufan Rengganis
Di kantor Bowo, KPK menemukan sekitar 400 ribu amplop disimpan di dalam 6 lemari besi. KPK memperkirakan jumlah uang dalam amplop itu berjumlah Rp 8 miliar. Bowo diduga akan membagi-bagikan amplop itu pada hari pencoblosan pemilu alias serangan fajar.
KPK menyatakan perlu membuka amplop itu satu-persatu untuk menghitung jumlah uang yang disita. Sejauh ini, dari tiga kardus yang dibuka, KPK sudah mendapatkan jumlah Rp 246 juta. "Sebagian besar dalam pecahan Rp 20 ribu, sebagian kecil dalam Rp 50 ribu," kata Febri.
Baca: KPK: Ada Cap Jempol di Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik Pangarso
Selain menemukan uang, KPK mengkonfirmasi juga menemukan tanda jempol dalam amplop tersebut. Kendati demikian, sejauh ini KPK menduga uang dalam amplop itu akan digunakan Bowo untuk kepentingan pencalonannya sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah, bukan untuk kepentingan pemilu lainnya. "Kami tegaskan tidak ada keterkaitan dengan kepentingan lain berdasarkan fakta hukum yang kami temukan saat ini," kata Febri.