TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) mengapresiasi langkah Nahdlatul Ulama (NU) yang mengusulkan agar tak menggunakan sebutan kafir untuk warga negara Indonesia yang tidak beragama Islam. Usulan ini merupakan hasil Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Musyawarah Nasional Alim Ulama NU, yang baru berakhir kemarin, di Banjar, Jawa Barat.
Baca: NU Usul Hapus Sebutan Kafir, PGI: Bisa Perkuat Persatuan Bangsa
Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom mengatakan usulan itu sangat sejalan dengan prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh NU selama ini. Ia mengatakan tanpa keputusan ini pun, sebenarnya mengkafirkan non-muslim di Indonesia bukanlah tradisi NU.
"Namun keputusan ini menjadi penting, sebagai penegasan untuk menolak fenomena yang berkembang dewasa ini, yakni semangat mengkafirkan umat lain oleh sebagian umat Islam," kata Gomar kepada Tempo, Sabtu, 2 Maret 2019.
Gomar mengatakan saat ini fenomena mengkafir-kafirkan ini sangat memprihatinkan. Sebab selain merupakan kekerasan teologis, hal ini juga dapat mengusik persaudaraan dan kerjasama sesama anak bangsa. Jika terus terjadi, hal ini berpotensi memecah masyarakat Indonesia sebagai bangsa.
Karena itu, Gomar menilai keputusan Munas NU tersebut dapat semakin memperkokoh kesatuan dan persatuan kita sebagai bangsa Indonesia.
"Tentu kami tidak hendak menggugat penggunaan kata kafir dalam kita suci, kalau itu memang ada. Namun dalam terang masyarakat majemuk, dan dalam perspektif kemanusiaan sejati, patutlah kita mengembangkan pemahaman yang lebih menghargai satu sama lain," kata Gomar.
Sebelumnya, usulan ini muncul setelah dalam sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, penggunaan kata kafir kepada WNI non muslim dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Pimpinan sidang, Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tapi 'Muwathinun' atau warga negara. "Dengan begitu status mereka setara dengan warga negara yang lain," kata Mosqith.
Simak juga: NU Usul Sebutan Kafir ke Nonmuslim Indonesia Dihapus
Meski begitu, Moqsith mengatakan hal ini bukan berarti NU akan menghapus seluruh kata kafir di Al Quran atau hadis. Keputusan dalam Bahtsul Masail Maudluiyyah ini hanya berlaku pada penyebutan kafir untuk warga Indonesia yang nonmuslim.