TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriani, menilai tantangan sumpah pocong yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kepada Prabowo Subianto dan Kivlan Zen merupakan cermin keterbelakangan dan irasionalitas.
Baca: Ditantang Wiranto Sumpah Pocong, Kivlan Zen: Itu Sumpah Setan
"Masalah hukum selesaikan lah melalui mekanisme hukum yang ada," kata Yati kepada Tempo, Rabu, 27 Februari 2019.
Tantangan itu muncul setelah Wiranto dituding Kivlan Zen sebagai dalang kerusuhan Mei 1998. Dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, pada Selasa, 26 Februari 2019, Wiranto membantah tudingan itu. Ia kemudian meminta Prabowo dan Kivlan melakukan sumpah pocong agar masyarakat mengetahui duduk perkaranya.
Baca: Kivlan Zen Ajak Wiranto Berdebat soal Dalang Kerusuhan 1998
Yati mengatakan, mestinya mereka bertiga memberikan kesaksian ke Komnas HAM dan Jaksa Agung yang berperan sebagai penyelidik. Kesaksian itu agar kasusnya diadili melalui pengadilan HAM.
Pemerintah, kata Yati, masih sangat mungkin menyelesaikan peristiwa Mei 1998. "Sekali lagi, caranya adalah Jaksa Agung segera menyidik kasus ini berdasarkan dari hasil penyelidikan kasus kasus pelangggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM," katanya.
Baca: 4 Fakta Perjalanan Konflik antara Kivlan Zen dengan Wiranto
Menurut Yati, disinggungnya peristiwa Mei 1998 seharusnya menjadi momen bagi Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan. Ia juga menyarankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi membuat keputusan presiden pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc untuk memproses Wiranto, Prabowo, dan Kivlan Zen sebagaimana aturan yang berlaku.