TEMPO.CO, Jakarta - Dua perempuan warga Jawa Timur menggugat tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pusat dalam mengelola sumber daya Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang tercemar sampah popok bayi.
Baca juga: 80 Persen Sampah di Sungai Brantas Limbah Domestik
Keduanya adalah Mega Mayang Mustika, 35 tahun, warga Kota Malang, dan Riska Darmawanti, 35 tahun, warga Kabupaten Sidoarjo. Mega adalah ibu rumah tangga dan Riska seorang konsultan lingkungan. Melalui tim kuasa hukum yang ditunjuk, keduanya mendaftarkan gugatan melalui mekanisme hak gugat warga negara atau citizen lawsuit di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 11 Februari 2019.
“Kami ingin agar air Kali Brantas sebagai sumber air minum dan sumber kehidupan bebas dari kontaminasi sampah popok. Tidak layak sebagai bangsa yang besar meminum air bercampur sampah popok,” ujar Mega dalam siaran tertulis yang dikirim kuasa hukum penggugat.
Pihak yang digugat antara lain Gubernur Jawa Timur, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Para pejabat tersebut bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya dan pengendalian limbah di DAS Brantas baik sebagai operator dan regulator.
Mega dan Riska menuntut para tergugat untuk memasang 2.020 buah kamera pemantau atau CCTV di sepanjang DAS Brantas agar bisa mengawasi pelaku pembuang popok bayi. “Kami juga meminta para tergugat melakukan kegiatan bersih-bersih sampah popok sampai tuntas di DAS Brantas sehingga Brantas bersih dari sampah popok,” kata Riska.
Salah satu anggota tim kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya, menganggap para tergugat tidak melakukan amanat Undang-Undang (UU) secara penuh antara lain UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jawa Timur, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. “Dampaknya, sungai Brantas tercemar sampah popok,” kata Rulli.
Aktivis lingkungan yang juga Koordinator Brigade Evakuasi Popok, Ajiz, mendukung upaya hukum kedua perempuan tersebut. “Sebab perilaku masyarakat membuang popok di DAS Brantas sudah tidak terkendali. Semua jembatan yang melintasi sungai Brantas dan anak sungainya jadi tempat membuang sampah popok,” kata Ajiz.
Menurutnya, sampah popok yang dibuang di sungai bisa membahayakan habitat hewan di sungai termasuk ikan dan manusia yang memanfaatkan sumber daya air sungai dan hewan terutama ikan. “Remah-remah sampah popok telah berubah menjadi mikroplastik atau serpihan plastik ukuran kurang dari 4,8 milimeter dan ditemukan pada 80 persen ikan yang hidup di Brantas,” kata Ajiz.
Kepala BBWS Brantas Saroni Soegiharto belum merespon saat dimintai tanggapannya atas gugatan masyarakat tersebut.
DAS Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Bengawan Solo dengan luas 11.800 kilometer persegi atau seperempat luas Jawa Timur. DAS Brantas mengalir di Sungai Brantas itu sendiri dan terpecah ke dua anak sungai yakni Sungai Porong dan Kali Mas. DAS Brantas mengaliri sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Timur mulai dari Kota Batu, Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, sampai Kota Surabaya.