TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung tak mau ambil pusing perihal pernyataan Buni Yani yang menyatakan putusan kasasi lembaga itu tak jelas. Melalui kuasa hukumnya, Aldwin Rahadian, Buni Yani meminta agar penahanannya ditunda.
Baca: Buni Yani Tolak Dieksekusi, Upaya Paksa Ditentukan Kejari Depok
"Apanya yang tidak jelas? Itu urusan dia. Tapi kami sudah menyatukan putusan, kemudian dikirim ke pengadilan, pengaju meneruskan ke pihak-pihak. Selesai sudah tugas," ucap juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat, 1 Februari 2019.
Pada 14 November tahun lalu, Buni Yani divonis satu tahun enam bulan penjara dalam perkara penyebaran ujaran kebencian bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan oleh hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Ia terbukti melanggar pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Buni Yani dengan penjara dua tahun dan Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Buni Yani dinilai menyebarkan ujaran kebencian dengan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat bernuansa SARA melalui postingannya di Facebook. Ia mengunggah video Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan menghilangkan kata 'pakai' dalam transkripannya.
Baca: Buni Yani Bakal Dieksekusi, Ini Perjalanan Kasusnya
Buni Yani mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak permohonan banding Buni Yani dalam kasus UU ITE per 4 April 2018. Jaksa dan Buni Yani pun menempuh jalur kasasi. Namun, MA menolak permohonan kasasi Budi Yani. Alhasil, dia tetap dihukum 18 bulan penjara.
Andi menegaskan Kejaksaan Negeri Depok bisa menahan Buni Yani meski putusan kasasi tidak memerintahkan penahanan. Ia menjelaskan, putusan kasasi adalah putusan akhir yang mengikat pihak-pihak terkait, yaitu jaksa dan terdakwa. Dengan begitu, putusan kasasi mengandung unsur eksekutorial.
"Jadi begini, putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir. Jadi ketika disampaikan kepada pihak-pihak, dalam hal ini penuntut umum dan terdakwa, itu sudah mengandung nilai eksekutorial. Karena tidak ada lagi upaya hukum kecuali upaya luar biasa (Peninjauan Kembali)," kata Andi.
Andi pun menyatakan, karena kasasi adalah upaya hukum biasa yang terakhir, maka tidak perlu memuat perintah penahanan. Tanpa memuat hal tersebut, putusan kasasi sudah bersifat eksekutorial.
Baca: Tolak Eksekusi, Buni Yani: Hari Ini Salat Jumat di Masjid Tebet
"Jadi sebenarnya tidak perlu. Dengan putusnya begitu bahwa putusan MA itu putusan terakhir dari upaya biasa. Dengan diberitahukan pada pihak-pihak itu sudah inkrah. Artinya, jaksa sudah bisa melaksanakan eksekutor," kata Andi.