TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan berkomentar terkait tuntutan agar pemerintah mencabut remisi terhadap I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Baca: Kata Yasonna Soal Remisi Terpidana Pembunuhan Wartawan
Ia meminta media menanyakan langsung kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. "Tanya Pak Menkumham," kata Jokowi di lapangan alun-alun Kota Bekasi, Jawa Barat pada Jumat, 25 Januari 2019.
Yasonna dalam kesempatan yang terpisah mengatakan kritik terhadap keputusan pemerintah adalah hal biasa. "Kalau kecaman, kan, bisa saja, tapi kalau orang itu sudah berubah bagaimana?," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu kemarin.
Yasonna mengibaratkan pemberian remisi ini seperti hukuman bagi pendosa yang masuk neraka di akhirat kelak. Menurut dia, jika sudah berubah maka pendosa itu tidak selamanya berada di sana.
"Kalau kamu berbuat dosa (lalu) berubah, masuk neraka terus? enggak, kan. Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis," tuturnya.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menilai pemberian remisi kepada Susrama bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Mereka beralasan pengungkapan kasus yang terjadi pada 2010 ini menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah.
Menurut Yasonna, pemberian remisi adalah hal yang biasa. Jika tidak ada kebijakan remisi maka penjara akan penuh. "Enggak muat itu lapas kalau semua dihukum, enggak pernah dikasih remisi," kata dia.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menjelaskan Susrama mendapat remisi karena telah berkelakuan baik, telah menjalani masa tahanan selama sepuluh tahun dari vonis seumur hidup, dan umurnya yang kini 60 tahun.
"Jadi itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun, berarti kalo dia sudah 10 tahun ditambah 20 tahun jadi 30 tahun (dipenjara)," ucapnya.
Yasonna menuturkan pemberian remisi ini sudah sesuai prosedur. Mulai dari usulan lembaga pemasyarakatan, pengecekan oleh tim pengamat pemasyarakatan (TPP), diusulkan ke Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM.
Simak juga: Jurnalis Malang Desak Jokowi Cabut Remisi Pembunuh Wartawan
Setelah itu pihak Kanwil membentuk lagi TPP, lalu menyerahkan rekomendasi ke Direktur Jenderal Pemasyarakatan untuk dicek kembali. "Dirjen PAS rapat kembali, buat TPP lagi, karena untuk prosedur itu sangat panjang, baru diusulkan ke saya," kata dia.