TEMPO.CO, Bandung - Nama Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa kembali disebut dalam persidangan kasus dugaan suap perizinan Meikarta. Politisikus PDI Perjuangan ini berkaitan dengan uang Rp 1 milyar yang diminta saat pengajuan proses pembuatan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi.
Baca: Suap Meikarta, Jaksa akan Buktikan Keterlibatan Billy Sindoro
Hal tersebut disebutkan langsung oleh Kabid Tata Ruang Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap perizinan Meikarta dengan terdakwa Billy Sindoro, Henry P. Jasmen, Taryudi, dan Fitradjaja Purnama. Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, 21 Januari 2019.
“Saya terlibat dalam pembicaraan negosiasi angka tersebut, yang pasti selesai pertemuan itu Pak Hendry Lincoln (Sekdis Parbud Pora Bekasi) menyampaikan ke saya, Sekda Provinsi dalam rangka bakal calon gubernur meminta untuk proses RDTR ini meminta sebesar Rp 1 miliar,” ujar Neneng saat dimintai keterangan oleh jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan.
Uang Rp 1 miliar tersebut merupakan pelicin untuk meloloskan Raperda RDTR Kabupaten Bekasi yang di dalamnya ada perubahan kawasan industri menjadi kawasan pemukiman untuk proyek Meikarta di kawasan Cikarang.
“Pada awalnya Pak Hendry Lincoln menyampaikan ke saya karena proses itu berhenti atau stuck di Provinsi, Pak Hendry menyampaikan ke saya ada link di Provinsi Pak Sekda Iwa melalui DPRD Kabupaten Bekasi bapak Sulaiman dan Pak Waras di (DPRD) Provinsi,” ujarnya.
Baca: Kasus Meikarta, Pimpinan DPRD Bekasi Kembalikan Rp 70 Juta ke KPK
Sulaiman merupakan anggota DPRD dari fraksi PDI Perjuangan. Ia pun sempat diperiksa sebagai saksi saat proses penyidikan tersangka Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di KPK.
Sebelumnya, pihak Lippo Group pun sudah mengintervensi Dinas PUPR Kabupaten Bekasi saat sedang membuat penyusunan Raperda RDTR Kabupaten Bekasi yang akan diserahakan kepada Pemprov Jabar.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin-yang turut menjadi saksi dalam sidang tersebut-mengakui bahwa ia pernah ditemui oleh pihak pengembang Meikarta untuk mengakomodir tata ruang Meikarta di Cikarang.
“Saat itu ada program untuk penyusunan Raperda RDTR. Program nasional untuk membuat RDTR bagi kota l/kabupaten yang belum punya. Dia (Setritadi dan Edi) minta diakomodir dimasukan Lippo ini dalam RDTR,” ujar Jamaludin.
Baca: Tjahjo Kumolo Siap Diperiksa dalam Kasus Meikarta, KPK: Bagus
Atas permintaan tersebut, pihak pengembang Meikarta menjanjikan uang pelicin kepada Jamaludin sebesar Rp 2 miliar. Jamaludin pun mengaku telah menerima uang tersebut yang dicicil sebanyak dua kali.
“Saat itu Edi dan Setriyadi menjanjikan uang Rp 2 miliar yang diberikan kepada saya dua kali. Pada 2016 akhir dan 2017,” katanya.
Jamaludin mengaku permintaan Lippo untuk memasukan Meikarta dalam Raperda RDTR sempat dibahas pada rapat di Pemprov Jabar yang langsung dipimpin Wagub Jabar. “Secara dalam rapat itu tidak tertulis bahwa itu akan mengakomodir untuk kepentingan Lippo ke depan,” ujarnya.