Dalam Nawacitanya, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebenarnya menyatakan komitmen penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu dan penghapusan impunitas. Komitmen ini tertuang dalam poin ii Nawacita yang berbunyi "Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965."
Adapun poin jj berbunyi, "Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM."
Pemerintah menyatakan bahwa kasus pelanggaran HAM masa lalu akan dituntaskan. Saat berpidato dalam sidang tahunan DPR dan DPD di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018, Presiden Jokowi menyatakan pemerintah terus berupaya menyelesaikan kasus-kasus HAM. Penyelesaian kasus HAM masa lalu juga diupayakan segera selesai.
"Pemerintah berupaya mempercepat penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu serta meningkatkan perlindungan HAM agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di kemudian hari," kata Jokowi.
Salah satu bukti keseriusan pemerintah, ujar Jokowi, tertera pada beleid tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2015-2019. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015.
Penyelesaian kasus HAM masa lalu merupakan salah satu janji kampanye Jokowi dan Jusuf Kalla saat pemilihan presiden 2014. Isu ini menjadi bagian dari 42 prioritas utama kebijakan penegakan hukum.
Sebelumnya, pada 31 Mei 2018, Jokowi mengundang keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia ke Istana Kepresidenan. Agendanya adalah membahas kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. "Keluarga korban yang paling inti, intinya ingin ada pengakuan bahwa terjadi pelanggaran hak asasi pada kasus-kasus pelanggaran hak asasi masa lalu. Pengakuan dari pihak Presiden," kata aktivis HAM, Sandyawan Sumardi yang mendampingi Maria Catarina Sumarsih.
Direktur Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid sebelumnya mengatakan bahwa Jokowi mengaku sudah berupaya mengundang keluarga korban, namun mereka tak pernah datang. Ia berharap Presiden menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat lainnya, seperti kasus Tanjung Priok, Talangsari, Aceh, Trisakti, Semanggi, penculikan aktivis, dan Papua.
PUTRI | VINDRY FLORENTIN | FRISKI RIANA