TEMPO.CO, Jakarta - Hampir lewat tiga periode pemerintahan dua presiden, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang menjadi tuntutan Aksi Kamisan tak kunjung dilakukan. Menurut Maria Catarina Sumarsih, 66 tahun, dua presiden yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo hanya melontarkan janji.
Sumarsih adalah ibunda Bernardinus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang menjadi korban Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998. Wawan, panggilan Bernardinus, meninggal akibat ditembak peluru tajam yang menembus jantung dan paru-paru kirinya
Berita terkait:
Jokowi Perintahkan Jaksa Agung Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu
Menurut Sumarsih, Meski sama-sama tanpa hasil, menurut dia era pemerintahan Presiden SBY lebih baik dalam memperlakukan Aksi Kamisan. Ada beberapa contoh yang dia beberkan, di antaranya surat-menyurat yang lebih mudah dan jelas, langkah SBY menerima peserta Aksi Kamisan, dan pernyataan komitmen SBY dalam penuntasan kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
"Dulu menyampaikan surat dari pintu gerbang Istana seberang Monas, sekarang harus pergi ke pintu gerbang yang di Jalan Majapahit. Dulu polisi intel itu membantu, kalau sekarang tidak," ujar Sumarsih.
SBY, kata Sumarsih, pernah berjanji bakal menuntaskan kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II dengan cara yudisial dan nonyudisial. Sedangkan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya disebut tak tertutup kemungkinan akan dituntaskan dengan cara komite kebenaran dan rekonsiliasi yang dibentuk melalui undang-undang.
Sumarsih menganggap upaya penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu justru kian sulit di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bukannnya menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Jokowi malah mengangkat orang-orang yang terduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ke lingkaran istana.
Salah satunya ialah mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan Panglima ABRI atau Menhamkam/Pangab, Wiranto, yang kini didapuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. "Ketika Pak Jokowi merekut para jenderal lansia, itu menunjukkan bahwa Pak Jokowi sebenarnya menutup pintu," kata dia.
Upaya penuntasan pelanggaran HAM berat belum juga menemui titik terang hingga sekarang. Pada 27 November 2018, Kejaksaan Agung malah mengembalikan sembilan berkas perkara pelanggaran HAM berat masa lalu hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Sembilan berkas itu ialah Peristiwa 1965, Peristiwa Talangsari 1998, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semangi II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior dan Wamena, Peristiwa Simpang KKA 3 Mei 1999, dan Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis lainnya di Aceh.