TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memperkirakan akan ada sekitar 20 persen masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput di pemilihan presiden atau pilpres 2019. Burhanuddin merujuk pada hasil pemilihan presiden sebelumnya plus hasil survei teranyar yang dirilis lembaganya. Adapun angka golput pada pilpres 2014 ialah 24,89 persen.
Baca: Wapres JK Tak Setuju KPU Beri Kisi-Kisi Debat Capres
"Potensinya minimal 20 persen pemilih golput, minimal kalau berkaca dari pengalaman sebelumnya," kata Burhanuddin di kantornya, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Januari 2019.
Burhanuddin mengatakan angka golput 1,1 persen hasil sigi Indikator ini sebetulnya sudah meningkat ketimbang temuan sebelumnya sebesar 0,9 persen. Namun, kata dia, angka ini berpotensi bias sebab responden cenderung tak terus terang bakal golput.
Dia mengatakan hal ini dipengaruhi citra buruk golput yang berkembang selama pemerintahan orde baru. Dari 1.220 responden yang disurvei Indikator, terbukti hanya 1,1 persen yang spontan menjawab tak akan menggunakan hak pilihnya di pilpres 2019. "Pemilih cenderung tidak mau menjawab sesuatu yang secara normatif dianggap kurang baik," ujarnya.
Burhanuddin melanjutkan, angka golput ini kemungkinan juga akan meningkat lantaran limpahan dari pemilih yang saat ini belum menentukan pilihan atau undecided voters. Survei Indikator mencatat ada 9,2 persen undecided voters di pilpres 2019.
Baca: Syukuran 1.000 Titik Kampanye, Sandiaga: Saya Lelah
Namun, Burhan menambahkan, angka golput juga bisa bertambah dengan adanya pemilih mengambang atau swing voters yang akhirnya memutuskan golput. Kata dia, total swing voters dan undecided voters saat ini berada di kisaran 25 persen. "Jadi faktualnya golput pasti akan lebih tinggi dibanding yang ada di survei," ujarnya.
Survei Indikator ini digelar di seluruh Indonesia menggunakan metode multistage random sampling. Burhanuddin mengatakan margin of error surveinya plus minus 2,9 persen.