TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi tsunami yang terjadi pada Sabtu, 22 Desember 2018, menyisakan beragam kisah bagi warga terdampak di pesisir Pandeglang, Banten. Tak terkecuali bagi Munawarah, 38 tahun, warga Sumur. Ia sempat berbagi makanan dengan tetangganya, pasca-tsunami Selat Sunda.
Baca: Tsunami Selat Sunda, Satu Batalyon Diterjunkan ke Desa Sumur
“Bahan makanan yang ada kami masak bersama, lalu dibagi-bagikan,” kata Munawarah saat ditemui di Sumur, Pandeglang, Senin, 24 Desember 2018.
Kala itu, bantuan logistik belum datang. Sejumlah relawan yang hendak masuk ke wilayah ini terkendala akses jalan.
Hingga Senin pagi, Tempo mendapati jembatan yang menghubungkan jalan Tanjung Lesung menuju Sumur ambrol. Tiang-tiang listrik pun roboh dan melintang di badan jalan. Pelintas harus membuka jalan alternatif untuk merangsak masuk ke perkampungan itu.
Pasukan dari Komando Pasukan Katak berhasil menembus daerah tersebut setelah menempuh waktu sekitar 3 jam. Mereka berfokus mengevakuasi korban yang masih tertimbun puing-puing reruntuhan. Bencana air bah membuat perkampungan Sumur lulu-lantak. Sebagian besar bangunan rata dengan tanah.
Baca: Menembus Kecamatan Sumur yang Diterjang Tsunami Selat Sunda
Saat Tempo menyambangi Mawardah di tepi pesisir Selat Sunda itu, dia sedang membongkar puing-puing bangunan yang ambruk. Di bawah reruntuhan tersebut, ia mendapati makanan seperti mi instan dan biskuit tercecer. Ia juga memunguti beras yang masih bisa diselamatkan.
Sebelum tsunami melanda, Mawardah dan suaminya belanja beras dan mi. Belanjaan itu masih utuh meski diterjang gulungan ombak, sehingga masih bisa dimasak.
Bahan makanan yang bisa dimanfaatkan dibawa ke rumah warga yang bangunannya tidak rusak parah. Mereka lantas memasak bahan makanan itu dan dimakan bersama sembari menunggu bantuan tiba. Lebih dari dua keluarga menikmatinya.
Baca: Air Pasang, Warga Kecamatan Sumur Sempat Panik Tsunami Susulan
Menurut pantauan Tempo di lokasi, hingga hari kedua seusai tsunami, kawasan Sumur nihil bantuan. Tak tampak posko tenda-tenda pengungsian di sekitar wilayah tersebut. Masyarakat juga masih mengais-ngais makanan dari reruntuhan rumah-rumah.