TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengaku dikonfirmasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal rekomendasi tata ruang pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Baca juga: Proyek Meikarta, Deddy Mizwar: Jangan Main-main dengan Jawa Barat
"Ya, soal Meikarta-lah, rapat-rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), rekomendasi," kata Deddy usai diperiksa di Gedung KPK RI, Jakarta, Rabu, 13 Desember 2018. KPK pada Rabu memeriksa Deddy sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
"Jadi, dari hasil rapat BKPRD berdasarkan dokumen-dokumen yang ada juga tentang pengaturan tata ruang, hasil dari rapat BKPRD kami laporkan kepada Gubernur sebelum dikeluarkan rekomendasi, jadi itu prosedurnya," ucap Deddy yang dicecar 31 pertanyaan oleh penyidik KPK itu.
Berdasarkan rekomendasi yang diberikan Pemprov Jabar untuk pembangunan proyek Meikarta, kata Deddy, sebesar 84,6 hektare. Hal ini mengacu pada SK Gubernur Tahun 1993.
KPK saat ini sedang menelusuri lebih lanjut kepentingan untuk melakukan perubahan Perda Kabupaten Bekasi tentang Tata Ruang Pembangunan Proyek Meikarta.
KPK menduga perubahan perda akan disesuaikan untuk memuluskan pembangunan proyek Meikarta seluas sekitar 500 hektare.
"SK Gubernur Tahun 1993, ya, 84,6 hektare bukan 500 hektare. Jadi, itu saja," kata Deddy. Deddy juga menyinggung soal beberapa pejabat publik yang sudah main "bola liar" terkait dengan proyek Meikarta.
Atas hal itu, dia juga sempat melaporkan kepada Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2017 saat Presiden meninjau perhutanan sosial di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.
Ia melaporkan kepada Jokowi: "Pak, ini beberapa pejabat publik sudah main 'bola liar' sama Meikarta, ini adalah faktanya begini." Pada saat itu, lanjut dia, Jokowi mengatakan, "Ya, sudah sesuai dengan aturan dan prosedur." "Ya, sudah selesai 84,6 hektare," kata dia.
Saat itu, kata Deddy, tidak ada instruksi khusus dari Presiden Jokowi. "Tidak ada, cuma itu arahannya tadi sesuai dengan aturan dan prosedur, sudah selesai," kata Deddy.
KPK total telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu, antara lain, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara suap Meikarta ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
Baca juga: Deddy Mizwar Sudah Pernah Hadang Proyek Meikarta, Apa Alasannya?
KPK menduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek Meikarta tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan tempat pendidikan.
Dengan demikian, dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, dan lahan makam.