TEMPO.CO, Jakarta - Acara Reuni Akbar Gerakan 212 masih menyisakan polemik. Sejumlah pihak mengklaim tengah menggelar investigasi terhadap beberapa dugaan pelanggaran kampanye dan tindak pidana dalam acara tersebut. Salah satu dugaan pelanggaran pada Reuni 212 adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengklaim menerima sejumlah laporan dugaan pelibatan dan pelanggaran hak anak-anak dalam acara yang berpusat di kawasan Monumen Nasional tersebut.
Baca: Timses Prabowo: Pengkritik Reuni 212 Tak Suka Umat Islam Bersatu
“Anak-anak seharusnya tak terlibat untuk kepentingan politik,” kata anggota KPAI, Jasra Putra, Senin, 3 Desember 2018. “Membawa anak juga berpotensi melanggar hak, terutama mendapatkan waktu luang untuk beristirahat.”
Gerakan 212 lahir sebagai bentuk protes terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang oleh pengadilan dinyatakan melakukan penistaan agama. Sejumlah tokoh, kelompok, dan organisasi kemasyarakatan Islam bersatu dalam gerakan tersebut. Tapi, seusai Basuki menjalani hukuman, gerakan ini masih terus hidup dan melakukan sejumlah kegiatan lanjutan. Beberapa pihak menilai, gerakan ini telah bergeser sebagai aksi politik karena menampilkan dukungan pada calon tertentu dalam Pemilihan Umum 2019.
Seorang bapak menggendong anaknya menunggu antrean di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, Ahad, 2 Desember 2018. Volume pengguna KRL melonjak sampai 10 kali lipat pada hari ini lantaran banyaknya penumpang yang menghadiri acara Reuni 212 di kawasan Monas.TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Direktur Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ade Irfan Pulungan, menuduh ada pelanggaran kampanye dalam acara reuni 212. Dia memaparkan tiga peristiwa yang menunjukkan kegiatan 212 adalah bentuk kampanye bagi pasangan penantang inkumben, yaitu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tiga pelanggaran tersebut adalah aksi massa menyanyikan lagu bertema ganti presiden; ceramah pimpinan Front Pembela Islam, Rizieq Syihab; dan orasi Tengku Zulkarnaen. “Kami mencari sebanyak mungkin dugaan pelanggaran. Apakah itu pelanggaran pemilu atau lainnya,” kata Ade.
Baca: 5 Pidato Rizieq di Reuni 212: Ayat Suci di atas Konstitusi
Politikus Partai Gerindra, Prabowo Soenirman, membantah terjadinya pelanggaran kampanye dan hak anak dalam rangkaian acara Reuni 212. Menurut dia, acara tersebut justru kuat dengan nuansa wisata religius yang menjadi pembelajaran positif kepada anak-anak. Dia juga menilai, tak ada satu pun acara yang mengkampanyekan Prabowo-Sandiaga. “Anak-anak malah bersenang-senang,” kata dia.
Hal ini dikuatkan Komisioner Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta, Puadi, yang mengatakan tak ada satu pun pelanggaran kampanye dalam Reuni 212. Dia mengklaim bahwa tak ada alat peraga kampanye di seluruh kawasan acara. Dia menilai, Prabowo pun tak melakukan kampanye dalam pemberian pidato. Sedangkan soal tokoh lain yang menyuarakan ganti presiden, menurut dia, tak masuk kategori pelanggaran kampanye. “Mereka bukan pendukung pasangan calon. Tak masuk dalam tim kampanye,” kata Puadi.
Tak hanya soal politik, acara Reuni 212 menimbulkan masalah yang berbuntut pemeriksaan oleh perusahaan swasta dan badan usaha milik negara. Head Corporate Indosat Ooredoo, Turina Farouk, mengatakan perusahaan sedang menginvestigasi pesan yang tersebar ke sejumlah pengguna Indosat di tengah acara tersebut.
Baca: Kapitra Ampera: Pendukung Prabowo Hanya Sebesar Massa Reuni 212
Sejumlah pengguna kartu Indosat mendapat pesan berantai yang menyebut acara reuni akbar 212 ditunggangi oleh Hizbut Tahrir Indonesia. "Waspadai Reuni Alumni 212 ditunggangi HTI," bunyi pesan itu. Turina menyatakan pesan tersebut bukan dari Indosat. “Kami akan mencari tahu asal-usul pesan ini,” kata dia.
Vice President Kereta Commuter Indonesia, Eva Chairunisa, juga mengatakan perusahaan sempat menggelar investigasi seusai pelaksanaan acara Reuni 212. Hal ini berawal dari sejumlah laporan masyarakat melalui media sosial tentang merangseknya penumpang pria ke gerbong khusus wanita di stasiun dekat kawasan Monas.
Menurut dia, petugas stasiun telah berupaya memberikan peringatan dan larangan. Namun banyaknya massa mempersulit proses pengaturan. “Ada tambahan petugas di Stasiun Manggarai yang kemudian menertibkan ulang penumpang,” kata Eva.
FRANCISCA CHRISTY | FIKRI ARIGI