TEMPO.CO, Jakarta - Tim pengacara Baiq Nuril Maqnun dan Kejaksaan Negeri Mataram mendesak Mahkamah Agung mengeluarkan salinan putusan kasus Baiq Nuril. "Kami membutuhkan salinan putusan itu untuk dasar mengajukan PK," Kata Hendro Purba, salah satu anggota tim pengacara Nuril usai menemui Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Rabu, 21 November 2018.
Simak: Alasan Kepala Kejari Mataram Panggil Baiq Nuril
Hendo mengatakan ia dan kliennya sudah sepakat akan mengajukan PK paling lambat sebulan sejak diterimanya salinan putusan kasasi.
"Untuk kepastian hukum ya kami harus siap untuk mempersiapkan PK dari awal." kata Hendro.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, I Ketut Sumadana juga berharap Mahkamah Agung segera mengirimkan salinan putusan Baiq Nuril. "Kalau tidak diajukan PK, sementara eksekusinya sudah kami tunda, nanti tidak ada kepastian hukum," kata Sumadana.
Sumadana memastikan Kejaksaan tidak akan mengeksekusi Nuril sampai putusan PK keluar sesuai arahan dari Kejaksaan Agung. "Jadi kami menunggu, kalau sudah diajukan putusan PK itu tidak lama kok, sama seperti sidang di Pengadilan Negeri," Kata Sumadana.
Kasus Baiq Nuril ini berawal dari pelecehan yang kerap dilakukan atasannya, yakni mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim. Melalui telepon, mantan atasan Nuril itu menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya.
Merasa tidak nyaman, Baiq Nuril merekam pembicaraan dengan Muslim. Namun, rekaman itu menyebar. Muslim yang tak terima kemudian melaporkan Nuril dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pengadilan Negeri Mataram memutus Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan pada 26 Juli 2017. Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga tingkat kasasi dan Nuril dinyatakan bersalah.
Baca: Dengar Eksekusi Ditunda, Baiq Nuril Berteriak Meluapkan Emosi
Kejari Mataram Rabu ini sedianya memanggil Baiq Nuril untuk menghadap Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pemanggilan itu bagian dari proses pelaksanaan eksekusi putusan MA yang menyatakan Nuril terbukti bersalah melanggar UU ITE dan diganjar dengan enam bulan hukuman penjara dan denda Rp 500 juta. Akan tetapi, sebelum eksekusi di jalankan, Senin kemarin, Jaksa Agung sudah mengambil kebijakan untuk menunda eksekusi.