TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih proaktif mengusut dugaan korupsi dalam sektor perizinan mineral dan sumber daya alam di berbagai daerah di Indonesia. Jatam menilai langkah KPK selama ini masih sebatas administratif.
"KPK belum progresif untuk mencegah sekaligus memberantas praktek korupsi di sumber daya alam khususnya pertambangan," kata Melky dalam diskusi Korupsi Sektor Tambang dan Nasib Ruang Hidup Warga di Jakarta, Ahad, 11 November 2018.
Baca: Bekas Galian Tambang Telan 31 Korban, Begini Tuntutan Aktivis
Melky menuturkan untuk mencegah dan memberantas korupsi di sektor perizinan minerba, KPK selayaknya fokus menyasar korporasi dan pejabat publik sebagai pembuat keputusan. Ia menyarankan lembaga antirasuah itu tidak melulu terpaku dengan urusan administratif seperti sertifikasi clean and clear (CnC).
Jatam mendesak KPK mau mendengar laporan dari masyarakat dan menelusuri dugaan korupsi yang ada. Melky mengatakan jika sikap KPK masih terpaku soal administratif, hal ini tidak efektif memberantas korupsi lantaran hukum di Indonesia yang dianggapnya selalu dikangkangi.
"Salah satu buktinya apa yang terjadi di Pulau Bangka yang notabene izin sudah dicabut. Tapi ternyata kemudian perusahaan masih ngotot lobi-lobi ke kementerian untuk bisa berjalan. Ini fakta di lapangan yang kita temukan," ujar Melky.
Baca: Satpol PP Bogor Incar 22 Tambang Ilegal untuk Disegel
Melky menuturkan belum lama ini telah membawa sejumlah masyarakat, yang lingkungannya terdampak usaha pertambangan diduga ilegal, bertemu dengan pihak KPK. Namun ia menyayangkan respon KPK yang normatif.
"Kami berharap KPK tidak boleh terlalu normatif lagi tapi minimal bisa melangkah lebih maju. Pemberantasan korupsinya lebih fokus ke korporasi termasuk pejabat pembuat keputusan," kata Melky.