TEMPO.CO, Samarinda - Sejumlah aktivis lingkungan hidup menuntut Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertindak mengusut kasus korban meninggal di lubang bekas tambang Kalimantan Timur.
Baca juga: 3 Poin Keberatan Nur Alam atas Dakwaan KPK
Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, sejak 2011 hingga 4 November 2018, sudah 31 nyawa melayang di lubang tambang milik sejumlah perusahaan batu bara.
“Presiden Jokowi harus turun tangan, tidak cukup hanya mengasistensi kepada Pemerintah Daerah. Sebab Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Kaltim belum menganggap kasus tewasnya anak-anak kami di lubang tambang sebagai persoalan penting,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang kepada Tempo di Samarinda, Senin, 5 November 2018.
Rupang menjelaskan, upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang hingga hari ini tidak dilakukan. Untuk itu, dia meminta agar langkah luar biasa sudah selayaknya dilakukan presiden.
Persoalan banyaknya nyawa yang meninggal di lubang tambang, kata Rupang, tidak cukup hanya pada pendekatan pada umumnya. Karena pola kejahatannya dinilai sudah akut.
“Hampir semua pejabat dan aparat hukum seakan takluk jika berhadapan dengan perusahaan tambang yang beroperasi di Kaltim,” kata Rupang.
Ia mengatakan dengan kewenangan yang dimiliki Presiden Jokowi, sudah sepatutnya untuk secara langsung memastikan agenda keselamatan rakyat Kaltim dari ancaman lubang tambang.
Jatam Kaltim, Walhi Kaltim, Pokja 30 dan Jaringan Advokat Lingkungan Hidup (JAL) Balikpapan juga menuntut Gubernur Kaltim Isran Noot untuk segera bertindak.
“Kami mendesak Gubernur Kaltim bertindak keras kepada pelaku tambang yang melakukan pembiaran terhadap lubang-lubang tambang,” kata Rupang.
Korban ke-31, berdasarkan data yang dihimpun ialah Ari Wahyu Utomo, 13 tahun, warga Desa Bukit Raya, Kec.Tenggarong Seberang. Korban sebelumnya bermain bersama 8 anak lainnya, lalu berenang di lubang tambang yang tak jauh dari rumahnya.
“Lubang tambang tersebut tanpa ada peringatan larangan dan penjagaan dari pihak tambang,” kata Rupang.
Rupang sangat menyesalkan belum adanya tindakan pengungkapan kasus. Sebab, korban ke-30 ialah Alif Alfaroci yang belum lama terjadi pada 21 Oktober 2018.
Baca juga: Koalisi Anti Mafia Tambang Gelar Petisi Bela Ahli Lingkungan IPB
Menurut Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Fathur Roziqin Fen, pembiaran dan tak mau membenahi sistem keamanan dan keselamatan bekas tambang semestinya tak terjadi. Iqin, sapaan akrabnya mengacu undang-undnag nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dan undang-undang nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Sejumlah perusahaan yang masih harus mempertanggungjawabkan persoalan serupa, kami juga mendesak agar aktivitas operasinya dihentikan,” kata Iqin.
Tempo coba menghubungi Gubernur Kaltim Isran Noor. Namun ia belum memberi tanggapan saat dihubungi melalui telepon seluler, termasuk pesan singkat yang telah dikirim.