TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat dalam rentang Juli hingga September 2018, terverifikasi 230 kabar hoax di media sosial. Sebanyak 58,7 persen dari hoax tersebut bermuatan politik.
Baca juga: Kejagung Siapkan Jaksa Peneliti untuk Kasus Hoax Ratna Sarumpaet
"Selama periode Juli-September, ada 230 hoax yang diklarifikasi termasuk di dalamnya 135 hoax berkonten politik," ujar Presidium Mafindo, Anita Wahid di Kementerian Komunikasi Informasi, Selasa 16 Oktober 2016.
Anita menyebutkan hoax politik itu rentan menyerang dua pasangan calon presiden Jokowi - Ma'aruf atau pun Prabowo - Sandiaga Uno. Pasangan Jokowi - Ma'aruf per September diserang 36 hoax, sedangkan pasangan Prabowo - Sandiaga Uno 16 hoax.
Anita berpendapat hoax berkonten politik tersebut berdampak pada menurunnya kredibilitas penyelenggara Pemilu, di samping memicu konflik sosial yang mengarah kepada disintegrasi bangsa.
Berdasarkan data Mafindo, dari 230 hoax, sebanyak 58,7 persen bermuatan politik, 7,39 persen agama, 7,39 persen penipuan, 6,69 persen lalu lintas, dan 5,2 persen kesehatan.
Adapun konten yang digunakan menyebar hoax itu, sebanyak 50.43 persen berupa foto dan narasi, 26,96 persen narasi, 14,78 persen narasi dan video, dan 4,35 persen gambar atau foto.
Ada pun saluran penyebaran hoax, paling banyak di Facebook yaitu 47,83 persen, twitter 12,17 persen, WhatsApp 11,74 persen, dan di Youtube 7,83 persen.
Baca juga: Hoax Ratna Sarumpaet, Polisi Akan Panggil Anggota Timses Prabowo
Menurut pakar media sosial, Nukman Luthfie masyarakat masih banyak yang terjebak dengan menyebarkan informasi, tanpa melakukan verifikasi sebelum menyebarkan informasi tersebut.
"Banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara hoax dan yang benar. Mereka menyebarkan apa pun yang mereka suka tanpa memikirkan apakah informasi tersebut betul atau enggak," kata dia.