TEMPO.CO, Palu - Para pengungsi terdampak gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, mengeluhkan bantuan beras yang tak mencukupi untuk konsumsi sehari-hari. Korban gempa Palu dari Kelurahan Balaroa, Rosmiar, 35 tahun, mengaku hanya memperoleh 8 liter beras untuk delapan keluarga yang jumlahnya 30 orang.
Baca: Masa Tanggap Darurat Gempa Usai, Pemkot Palu Fokus Pembersihan
“Itu pun tidak setiap hari kami terima. Kadang dapat, kadang tidak,” ujar Rosmiar saat ditemui di Posko Pengungsian Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis sore, 11 Oktober 2018.
Bantuan beras ini diterima dalam bentuk paket yang di dalamnya juga berisi lima bungkus mi instan. Untuk memperoleh beras, Rosmiar mengaku harus berebut dengan pengungsi lain di kantong-kantong penyaluran bantuan.
Pengungsi lain, Irzam, 35 tahun, turut mengeluhkan persoalan serupa. Irzam, yang juga pengungsi Balaroa, mengatakan bantuan paling seret yang diterima sampai dua pekan bencana ini adalah beras. Pengungsi pun mengandalkan bantuan makan pagi, siang, dan malam dari dapur-dapur umum yang disediakan oleh dinas terkait, seperti Dinas Sosial Provinsi Palu.
Baca: Hujan Iringi Proses Evakuasi Hari Terakhir Korban Hilang di Palu
Wali Kota Palu Hidayat mengakui pemenuhan kebutuhan beras untuk pengungsi korban gempa Palu masih sulit. Menurut cerita Hidayat kepada Tempo saat ditemui di rumah Dinas Wakil Wali Kota Palu, Jalan Balai Kota Timur, kemarin, 10 Oktober, pemerintah kota hanya sanggup mendistribusikan bantuan beras 50 kilogram sehari untuk pengungsi yang jumlahnya 58 ribu jiwa di Kota Palu. Sedangkan kebutuhan beras sebenarnya mencapai 16 ton.
Aktivitas relawan dokter muda, dokter kebun dari PT Mamuang, Pasangkayu, Sulawesi Tengah, Fatimatuzzarah, 27 tahun, di Posko Garuda, Palu, Sulawesi Tengah. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Beras yang disalurkan ke titik-titik pengungsian dari pemerintah kota ini berasal dari beras cadangan pemerintah (BCP) yang tersimpan di gudang Bulog. Menurut data Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kota Palu, cadangan beras sampai 9 Oktober 2018 memiliki kuota total 100 ton. Kepala BPBD Kota Palu Presly Tampubolon mengatakan, hingga hari yang sama, data beras keluar sudah 79 ton. Sedangkan sampai hari ini, 11 Oktober, BCP sudah habis. “Kami sedang mangajukan ke gubernur untuk menambah kuota BCP,” ujar Presly kepada Tempo pada Kamis malam, 11 Oktober 2018.
Selain mengajukan ke pemerintah provinsi, BPBD juga akan mengadakan pembelian beras dengan memanfaatkan slot dana belanja tidak tetap (BTT) dari anggaran pengeluaran dan belanja daerah (APBD). BTT Kota Palu sebelum APBD-P tercatat Rp 2,1 miliar.
Baca: Penjelasan Wali Kota Palu soal Polemik Distribusi Bantuan Korban
Bila dirasa besaran dana itu tidak dapat menutup kekurangan jumlah beras sampai masa tanggap darurat kelar pada 26 Oktober mendatang, pemerintah akan menggunakan dana bantuan dari instansi-instansi. Dana bantuan ini sampai sekarang belum tercatat jumlah keseluruhannya oleh BPDB.
Selain itu, pemerintah juga mengharapkan adanya bantuan dari lembaga-lembaga swasta atau lembaga sosial. Saat ini, swasta yang tercatat mengeluarkan bantuan beras ialah Astra Group yang berjumlah 11.538 kilogram ke 13 titik pengungsian. Ada juga Palang Merah Indonesia (PMI) yang turut menyalurkan berasnya. Namun, data keseluruhan bantuan beras, menurut Kepala Markas PMI Kota Palu Fuad Ayado, belum terekap.
Mekanisme penyaluran beras diatur oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Bantuan tersebut saat ini dikoordinasi langsung oleh kepala-kepala daerah yang meliputi lurah, camat, dan bintara pembina desa atau babinsa.