TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Uno, melontarkan istilah baru terkait dengan tempe. Setelah mempopulerkan tempe setipis kartu ATM dan tempe sachet, kali ini dia menyebut ada tempe sebesar sabak digital atau tablet.
Tempe seukuran tablet ini ditemukan Sandiaga saat berkunjung ke Pasar Tanjung Samanhudi, Jember, pada Ahad pagi ini, 7 Oktober 2018. Dia mengambil tempe dari seorang pedagang kemudian memegangnya seolah-olah sedang mengoperasikan sebuah tablet.
Baca: Empat Gaya Kampanye Sandiaga: Dari Tempe sampai Emak-Emak
"Jadi bungkusan tempe di berbagai daerah di Indonesia itu beragam. Ada yang setipis kartu ATM, ada tempe sachet. Nah di Jember ini saya menemukan tempe sebesar tablet," kata Sandiaga dikutip dari keterangan tertulis pada Ahad, 7 Oktober.
Istilah tempe setipis kartu ATM pertama kali terlontar saat konferensi pers di rumah calon presiden, Prabowo Subianto, pada Jumat, 7 September lalu. Sandiaga mengaku mendapat keluhan dari masyarakat soal sulitnya kondisi ekonomi saat ini.
Baca: Setelah Tempe Setipis ATM, Sandiaga Sebut Ada Tempe Saset
Sandiaga ketika itu menyebutkan mereka terimbas kondisi makro akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pernyataan ini pun kontan menuai respons masyarakat. Tak sedikit yang mengolok-olok Sandiaga dan menyebutnya berlebihan.
Berikutnya, Sandiaga melontarkan istilah tempe sachet setelah melihat produk kedelai tersebut di Pasar Sendiko, Wonodri, Semarang, Jawa Tengah. Sandiaga mengatakan tempe yang biasa dilihatnya berukuran besar dan panjang dibungkus plastik atau daun pisang. Kali itu, dia melihat tempe yang dijual dalam bentuk potongan kecil-kecil dan dibungkus plastik.
"Ini mengantisipasi naiknya harga tempe. Ini inovasi yang dilakukan Ibu Yani," kata Sandiaga dalam keterangan tertulis, Senin, 24 September 2018. "Jadi bukan shampoo aja yang sachet. Tempe juga begitu."
Sandiaga pun disebut menggunakan politik dumbing down oleh Direktur Presidential Studies DECODE Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad. Nyarwi mengatakan fenomena gaya dumbing down ini berkembang di Eropa dalam 10 tahun terakhir.
Para politikus, kata dia, menggeser istilah-istilah yang rumit agar lebih mudah diterima dan dipahami masyarakat. "Istilah yang rumit yang disederhanakan ini akan lebih ditangkap mereka dan menjadi atensi," kata Nyarwi.
Baca: Rupiah Melemah, Sandiaga: Tempe Jadi Setipis Kartu ATM