TEMPO.CO, Makassar-Atina, 31 tahun, dan suaminya, Zainal Abidin, 37 tahun, warga Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah selamat dari gempa Sigi pada Jumat pekan lalu. Ibu hamil sembilan bulan dan keluarganya ini merasakan guncangan gempa yang sangat dahsyat ketika memasuki waktu salat magrib. “Saya pas salat magrib sudah dua rekaat, tapi tak bisa lanjut karena tak bisa berdiri lagi,” kata Zainal Abidin, Senin malam, 1 Oktober 2018.
Karena guncangan sangat kencang, ia pun lari ke luar rumah melalui pintu depan. Sedangkan istrinya keluar lewat pintu samping, lalu memegangi tiang di teras rumah. Ketakutan ada reruntuhan atap rumah, ia segera melepaskan pegangannya sehingga terpental dan betisnya terluka. “Untung ada sepupu (Hairuddin) yang menangkapnya. Karena dia lagi hamil tua dan terpental sekitar dua meteran,” tutur guru SMK Sigi itu.
Baca: Cerita Jokowi tentang Situasi Seusai Gempa dan Tsunami Palu
Setelah keluar rumah, tutur Zainal, mereka langsung duduk di halaman sembari menunggu guncangan berhenti. “Guncangan itu sekitar dua menit, saya tak bisa jalan tegak. Jadi saya merangkak ke samping rumah mendekati istri,” ucap dia.
Ia dan tetangganya kemudian mendirikan posko seadanya dan membentangkan tikar selama dua malam di samping rumah. Mereka takut masuk rumah karena khawatir ada gempa susulan. Lantaran kondisi istrinya yang sudah hampir melahirkan, Zainal berinisiatif ke Kota Palu yang berjarak 11 kilometer dari rumahnya.
Zainal mendatangi Rumah Sakit Undata dan Wirabuana. Sebab, sebelum gempa terjadi dokter menganjurkan istrinya harus masuk rumah sakit pada 30 September. “Saya coba keluar menggunakan sepeda motor Jumat malam untuk cek-cek rumah sakit, ternyata kondisinya tak memungkinkan. Tak ada listrik dan bangunan-bangunan sudah banyak yang roboh,” katanya.
Simak: Pemerintah Buka Pintu Bantuan Asing untuk Korban Gempa Palu
Ahad, 30 September, ia mendapat informasi ada pesawat Hercules menuju Makassar untuk mengangkut korban gempa dan tsunami Palu. Zainal bergegas ke Bandara Mutiara Palu untuk mendaftar. Pihak TNI meminta Atina dibawa ke Bandara Mutiara untuk diprioritaskan penerbangan pada Senin pagi, 1 Oktober 2018. “Jadi Minggu malam saya sudah di bandara dengan jarak tempuh 30 menit dari rumah,” ujarnya.
Karena ada ribuan penumpang yang berdesak-desakan ingin diangkut Hercules, maka penerbangan dibatalkan. Sebab calon penumpang yang sehat pun tak mau mengalah, semua mengepung pesawat. Sehingga penerbangan yang dijanjikan pukul 07.00 WITA itu diundur menjadi 12.00 WITA. Seluruh penumpang disuruh kembali ke ruang tunggu. “Saya empat kali bolak-balik tandu istri bersama adik ipar dari ruang tunggu ke pesawat. Jaraknya itu 100 meter,” ujar dia.
Atina bahkan sempat dilarang dokter pergi ke Makassar karena hamil tua. Alasannya dalam pesawat tak memiliki alat persalinan. Namun Zainal meyakinkan bersedia menanggung risiko jika terjadi apa-apa. Atina juga sudah pasrah karena tak tahan diangkut bolak-balik dari ruang tunggu ke pesawat. Apalagi saat diangkut sempat terjadi gempa lagi di bandara. “Orang sudah lari semua, saya pikir istri saya sudah diinjak sama ribuan orang yang berdesak-desakan,” ujar Zainal.
Lihat: Polri Imbau Ada Koordinasi untuk Pengiriman Bantuan Gempa Palu
Setelah lama menunggu akhirnya pukul 14.15 WITA Hercules terbang menuju Makassar. Keluarga yang boleh naik maksimal dua orang saja. Meskipun ia sudah meminta dua pendamping lagi, tapi tetap tak diizinkan. “Jadi di dalam pesawat saya minta istri dikasih baring karena tak bisa duduk lagi," kata dia.
Sampai di Pangkalan Udara Hasanuddin Makassar, ia dibantu aparat TNI mengangkut Atina ke Rumah Sakit Daya Makassar. Tak lama kemudian Atina melahirkan tiga anak kembar dengan sesar. Yakni pukul 19.11 WITA anak laki-laki dengan panjang 44 centimeter dan perempuan pukul 19.12 WITA dengan panjang 42 centimeter masing-masing berat 2000 gram. Dan terakhir bayi perempuan pukul 19.13 dengan berat 1800 gram dan panjang 40 centimeter. “Ibunya dalam proses pemulihan, alhamdulillah semua sehat,” katanya.
DIDIT HARIYADI