TEMPO.CO, Jakarta - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menilai pembentukan Keputusan Pimpinan KPK tentang Cara Mutasi di Lingkungan KPK sudah salah sejak tata cara pembentukan hingga isi keputusan. Dua hal itu yang menjadi alasan Wadah Pegawai menggugat keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca: Wadah Pegawai Gugat Pimpinan KPK ke PTUN
"WP KPK mempersoalkan keputusan tersebut secara formil maupun materil," kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 September 2018.
Wadah Pegawai mengajukan gugatan terhadap lima orang pimpinan KPK ke PTUN Jakarta terkait Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 1426 tahun 2018 tentang Cara Mutasi di lingkungan KPK. Gugatan didaftarkan pada 19 September 2018 dengan Nomor Perkara 217/G/2018/PTUN.JKT yang didaftarkan oleh Wadah Pegawai diwakili oleh Yudi Purnomo, selaku ketua dengan kuasa hukum Arif Maulana dari LBH Jakarta.
Pimpinan KPK mengesahkan surat keputusan terkait mutasi pegawai itu pada 20 Agustus 2018. Dalam surat tersebut, pimpinan KPK memutuskan antara lain tata cara pelaksanaan mutasi bagi pegawai KPK diatur dan berpedoman pada Peraturan Komisi Nomor 06 P tahun 2006 tentang Kepegawaian.
Proses mutasi, rotasi dan promosi dilaksanakan berdasarkan hasil rapat pimpinan dan tidak akan mengurangi hak-hak pegawai yang bersangkutan. Pelaksanaan mutasi bagi pegawai KPK harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 6 bulan pada jabatan terakhir pegawai yang bersangkutan dan berdasarkan kebutuhan organisasi.
Baca: Deputi Penindakan Foto Bareng TGB, KPK: Dia Masih Lurus
Yudi mengatakan dari sisi formil keputusan pimpinan itu bermasalah karena tidak sesuai dengan peraturan yang selama ini berjalan di KPK. Dia menilai keputusan itu dibuat secara terburu-buru tanpa melibatkan pemangku kepentingan, seperti Biro Hukum.
Sementara dari sisi materil, menurut Yudi keputusan itu mengizinkan proses mutasi dilakukan hanya dengan rekomendasi dari atasan serta persetujuan rapat pimpinan. Padahal, selama ini proses mutasi di KPK hanya dapat dilakukan melalui mekanisme alih tugas atau sanksi pelanggaran berat.
Mekanisme alih tugas, kata dia, dilakukan secara objektif melalui penilaian menyeluruh untuk menilai kapasitas seseorang. Sementara sanksi pelanggaran berat, dilaksanakan untuk membina pegawai dengan mekanisme penegakan kode etik yang ketat. Kedua proses itu menurut Yudi, sudah sesuai dengan Undang-Undang KPK yang mensyaratkan penempatan pegawai berdasarkan keahliannya. "Ini bukan hanya sekadar soal perpindahan pegawai, tapi potensi hilangnya independensi KPK,” ujar Yudi.
Yudi khawatir dengan adanya keputusan pimpinan tersebut dapat membuat proses mutasi di KPK menjadi bias. Menurut dia, mutasi pegawai yang dapat dilakukan hanya dengan rekomendasi pimpinan berpotensi mengubah orientasi kerja pegawai hanya untuk menyenangkan atasan. "Bukan lagi sesuai dengan kompetensi dan independensinya," kata dia.