TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menilai perbedaan data korban bencana gempa biasa terjadi. Beberapa Data korban gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) berbeda-beda sehingga sempat membingungkan masyarakat.
Baca: Gempa 5,2 SR Guncang Malang, Jawa Timur
"Kejadian perbedaan data korban selama masa tanggap darurat adalah hal yang biasa seperti saat gempabumi di Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010 dan sebagainya saat bencana besar," kata Sutopo dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 Agustus 2018.
Menurut BNPB dan BPBD NTB korban meninggal sebanyak 131 orang untuk wilayah NTB dan Bali hingga 8 Agustus 2018. Laporan TNI menyatakan korban meninggal 381 orang; Gubernur NTB dan Basarnas menyebut korban 226 orang; Bupati Lombok Utara menyebut korban 347 orang.
"Lantas mana yang benar? Semuanya benar karena berdasarkan data dari lapangan," kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, kecepatan melaporkan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan, sehingga masing-masing lembaga biasanya menggunakan data sendiri. Akhirnya, lanjut Sutopo, sering terjadi perbedaan. Untuk itu, Sutopo mengimbau perlunya koordinasi data dan verifikasi.
Sutopo berujar, koordinasi bisa disepakati di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana. Pos Pendamping Nasional (Pospenas) melalui Dansatgas dan Wadansatgas berencana mengundang Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk menyamakan data korban besok, Kami, 9 Agustus 2018.
"Masing-masing lembaga diminta membawa data dengan lebih detil yaitu identitas korban meninggal dunia yaitu nama, usia, jender dan alamat," katanya.
Simak: Mendagri Singapura Selamat dari Gempa Lombok
Data itu, kata Sutopo akan diperiksa satu sama lain. Sebab, lanjut Sutopo, seringkali satu korban gempa tercatat lebih dari satu. Misal instusi menyebutkan nama panggilan sehari-hari, nama lengkap, atau nama kecilnya sehingga data terhitung tiga orang.
"Identitas korban sangat diperlukan terkait bantuan santunan duka cita kepada keluarga korban yaitu Pemerintah memberikan Rp 15 juta kepada ahli waris korban," kata Sutopo.