TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengatakan partainya tengah menggagas terbentuknya Koalisi Kerakyatan. Ferdinand mengatakan ide koalisi kerakyatan itu muncul dari rekaman perjalanan yang dilakukan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono dan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono ke berbagai daerah di Indonesia.
"Gagasan ini memang mengerucut atas prakarsa dari Pak SBY, tapi yang pasti nama ini muncul dari masyarakat, ketika Pak SBY dan AHY turun ke bawah keliling nusantara," kata Ferdinand melalui pesan kepada Tempo, Ahad, 10 Juni 2018.
Baca: Terkesan Diatur Rizieq Shihab, Demokrat Ogah Gabung Koalisi Umat
Sebelumnya, Ferdinand mengatakan koalisi itu tercetus setelah pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab di Mekkah. Padahal sebelumnya Gerindra disebut-sebut berniat mendekati Partai Demokrat terkait kemungkinan koalisi.
Ferdinand mengatakan Demokrat tak ambil pusing dengan wacana koalisi keumatan yang dicetuskan Rizieq. Musababnya, pihak FPI menyampaikan Demokrat sengaja tak diajak karena pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memenjarakan Rizieq Shihab.
Baca: Prabowo dan Amien Rais Bertemu Rizieq Shihab di Mekah
Seusai pertemuan Prabowo dan Rizieq, kata Ferdinand, SBY langsung menginstruksikan agar partai mengambil sikap dengan membentuk poros baru yang dinamakan poros kerakyatan atau poros nusantara. Dia berujar saat ini partainya tengah membangun komunikasi awal dengan partai lain untuk membentuk koalisi kerakyatan ini. "Semua akan terlihat pasca pilkada serentak atau bulan Juli. Jadi sekarang ini, ibarat mau pacaran masih pendekatan," ujarnya.
Ferdinand tak merinci partai mana saja yang sedang didekati. Dia mengatakan Partai Demokrat juga akan menempuh cara lain untuk membentuk poros ini. Ferdinand mengatakan Demokrat berencana mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait ketentuan presidential threeshold sebesar 20 persen. "Karena syarat itu inkonstitusional maka kami akan ajukan untuk dihapus. Itu juga bagian upaya kami untuk membuka peluang poros baru dengan capres baru," ujarnya.