TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas Alfian Tanjung dalam kasus pencemaran nama baik lewat media sosial. Hakim memandang cuitan Alfian yang menyebut 85 persen kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah kader Partai Komunis Indonesia (PKI), bukan tindakan pidana.
"Terdakwa dibebaskan atas segala tuntutan hukum," kata Ketua Majelis Hakim Mahfudin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 30 Mei 2018.
Mendengar hakim mengetok palu tiga kali, ruangan sidang Koesoemah Atmadja 3 langsung riuh oleh para pengunjung yang sebagian besar keluarga dan pendukung Alfian. Suara takbir dan tangis memenuhi ruangan sidang yang hari ini lebih ramai dari sidang sebelumnya.
Baca: Ketua Alumni 212 Minta Hakim Bebaskan Alfian Tanjung
Dalam kasus ini, jaksa menuntut Alfian dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Menurut jaksa, Alfian terbukti melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hakim Mahfudin menyatakan Alfian memang terbukti melakukan cuitan di Twitter-nya dan menyebut 85 persen kader PDIP adalah pengikut PKI. Namun menurut hakim, perbuatan Alfian bukanlah tindakan pidana karena untuk melaksanakan Tap MPRS/2005/1966 yang melarang paham komunisme ada dan disebarkan di Indonesia. "Karena berdasarkan pasal 50 KUHP, barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan undang-undang maka tidak patut dipidana," kata dia.
Hakim mengatakan Alfian adalah pemerhati dan peneliti komunisme selama puluhan tahun. Selain itu, cuitan Alfian di media sosial hanyalah di-retweet oleh sekitar 50 orang saja. Sedangkan yang menyebarkan secara luas adalah situs sebar.com yang tidak terdaftar di sebagai kantor berita resmi di Indonesia.
Baca: Alfian Tanjung Minta Hakim Bernyali Berikan Vonis yang Adil
Menurut hakim, cuitan Alfian bukan kesimpulannya sendiri melainkan dari pernyataan kader PDIP Ribka Tjiptaning saat diwawancarai stasiun TV Lativi pada 2002. Alfian juga merujuk buku yang ditulis Ribka, yaitu Aku Bangga Jadi Anak PKI serta Anak PKI Masuk Parlemen. "Dengan demikian tidak patut dan tidak adil jika terdakwa harus dipidana," ujarnya.
Hakim juga mengatakan bahwa delik penghinaan lebih ditujukan kepada pribadi, bukan kepada organisasi, dalam hal ini PDIP yang menjadi objek penghinaan. Menurut hakim, cuitan yang diperkarakan tersebut adalah kekhawatiran Alfian terhadap ajaran komunis yang ia sampaikan kepada para jemaahnya. "Itu suatu hal yang lumrah," kata dia. Cuitan tersebut dinilai sebagai peringatan kepada masyarakat umum terkait bahaya komunisme.
Di akhir persidangan, Alfian Tanjung menyatakan dirinya menerima putusan hakim, sedangkan jaksa penuntut umum meminta hakim memberikan waktu seminggu untuk mempertimbangkan putusan. "Kami pikir-pikir," kata jaksa penuntut umum Reza Murdani.