TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan negara akan mendampingi anak dari terduga teroris yang selamat saat dibawa orang tuanya dalam aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo sampai dewasa. Ia menjamin tidak akan ada perlakuan diskriminatif dari negara kepada mereka.
"Tiap anak, tiap warga negara Indonesia tetap diperhatikan oleh negara," kata Yohana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018.
Baca: Anak Perempuan Selamat dari Ledakan Bom di Mapolrestabes Surabaya
Yohana menuturkan pihaknya akan memberikan pendampingan bagi anak-anak dari terduga teroris yang selamat itu. Pendampingan itu dimulai dari trauma healing sampai rehabilitasi sosial.
Kementerian PPPA akan berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta dinas sosial setempat untuk mendampingi anak tersebut. "Biasanya dalam keadaan darurat dibawa sementara ke tempat perlindungan perempuan dan anak," ucapnya.
Menurut Yohana, meski anak-anak itu ikut orang tuanya dalam aksi teror, mereka sejatinya adalah korban. "Mereka korban dari salah pengasuhan orang tua. Itu perlu dapat pendampingan," tuturnya.
Baca: Sebelum Meledakkan Diri, Pelaku Bom di Surabaya Antar Anak-Istri
Sebelumnya, sejumlah anak di bawah umur terlibat dalam rangkaian aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo. Pada Ahad pagi, terduga teroris Dita Oepriarto mengajak seluruh anggota keluarganya melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja berbeda di Surabaya.
Dita meledakan dirinya di Gereja Pantekosta. Istri Dita, Puji Kuswati, dan dua anaknya yang berinisial FS, 12 tahun, dan VR, 9 tahun meledakan bom di GKI Diponegoro. Selain itu, dua putranya, Yusuf Fadil, 18 tahun, dan FH, 16 tahun, beraksi di Gereja Santa Maria Tak Bercela.
Selain itu, terduga teroris Anton meledakan dirinya bersama istrinya, Puspita Sari, dan anaknya LAR, 17 tahun di Rumah Susun Wonocolo, Sidoarjo. Namun tiga anak mereka lainnya, yaitu FP, GHA, dan AR berhasil selamat.
Aksi teror membawa anak kecil terjadi pula di kantor Markas Kepolisian Resor Kota Surabaya. Tri Murtiono mengajak istrinya, Tri Ernawati dan tiga orang anaknya untuk melancarkan aksi bom bunuh diri di Mapolresta Surabaya. Dalam aksi tersebut, satu orang anaknya berinisial A selamat.