TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan kasus tumpahan minyak di Balikpapan, Kalimantan Timur merupakan kejadian luar biasa.
Penetapan status itu disampaikan Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu saat rapat kerja dengan PT Pertamina (Persero), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Senin, 16 April 2018. "Kita melihat ini sesuatu kejadian luar biasa yang rasanya tidak boleh terulang lagi," kata kata Gus usai rapat kerja.
Baca: Tumpahan Minyak di Balikpapan, TNI AL Beberkan Temuan Lain
Menurut Gus Irawan ada tiga alasan yang mendasari kasus itu sebagai kejadian luar biasa. Pertama, timbul korban jiwa akibat kebocoran minyak itu. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat ada lima korban jiwa hingga saat ini.
Kedua, minyak telah mencemari lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup memperkirakan luas tumpahan minyak mencapai 13 ribu hektare. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, lapisan minyak masih ditemukan di perairan, tiang, dan kolong rumah pasang surut penduduk di lima daerah, yakni Kelurahan Margasari, Kelurahan Kampung Baru Hulu, Kelurahan Kampung Baru Hilir, Kelurahan Kariangau, dan Kecamatan Balikpapan Barat.
Simak: Pertamina Sediakan Pipa Pengganti yang Putus di Balikpapan
Adapun alasan ketiga, kebocoran terjadi di obyek vital. Padahal, kata Gus Irawan, obyek vital seharusnya mendapat pengawasan ketat. "Tapi ternyata kejadian," ujarnya.
Tumpahan minyak mentah terjadi di perairan Teluk Balikpapan pada 31 Maret 2018. Kebocoran minyak terjadi diduga akibat patahnya pipa penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke kilang Balikpapan.
Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya. Penyebab pipa patah mengarah pada kapal MV Ever Judger. Jangkar kapal seberat 12 ton diduga tersangkut di pipa, lalu menggaruknya hingga patah.