TEMPO.CO, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akan mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi. Rencananya, gugatan itu akan diajukan siang ini sekitar pukul 13.30.
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, mengatakan partainya tak setuju dengan sejumlah pasal dalam UU MD3 yang baru. Terutama, Pasal 122 yang membuat DPR bisa memerintahkan kepolisian memaksa hingga menyandera orang-orang yang menolak dipanggil anggota dewan. Pasal itu juga memberi kekuasaan untuk Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menahan orang yang dianggap melukai kehormatan DPR.
Baca juga: Beberapa Alasan Jokowi Belum Teken UU MD3
"Ini kemunduran dan mencederai demokrasi. UU MD3 justru membuat jarak antara wakil rakyat dengan rakyat dan bahkan mau mengkriminalisasi rakyat yang mau memberikan aspirasinya kepada anggota dewan," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 22 Februari 2018.
Grace menuturkan, gugatan ini didukung 122 advokat. Jumlah pengacara yang bergabung menggambarkan Pasal 122 UU MD3 yang dianggap mewakili kekeliruan beleid tersebut.
PSI memutuskan menggugat UU MD3 meski sejumlah pihak seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak menggugat karena tak percaya dengan kapabilitas Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Hakim tersebut sudah dua kali dilaporkan ke Dewan Etik namun tetap menjabat. Beberapa waktu lalu dia kembali dilaporkan ke Dewan Etik MK.
Baca: Menteri Yasonna Sebut Jokowi Mungkin Tak Tanda Tangani UU MD3
Grace mengatakan, dia tak terlalu cemas dengan hal tersebut. Dia percaya masih ada beberapa hakim konstitusi yang independen dan memiliki beban moral mengawal konstitusi.
"Lagi pula ini (mengajukan uji materi) mekanisme satu-satunya yang bisa kami tempuh dan upayakan agar wakil rakyat tidak membangun benteng," ujarnya.
Menurut Grace, keputusan menggugat UU MD3 telah disetujui 91 persen pemegang suara di PSI. Partai dengan nomor urut 11 itu sebelumnya menggelar polling kepada pemegang suara mengenai UU MD3.