TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif meminta Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk turun mendengarkan rakyat karena maraknya praktik intoleransi di daerah itu. Buya menyampaikan anjurannya seusai bersilaturahmi dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan yang bergabung dalam Gerakan Masyarakat Yogyakarta Melawan Intoleransi di gedung Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu, 17 Februari 2018.
Dalam forum itu, Buya Syafii mendengar banyak 'curhatan' tentang ketidaktegasan Sultan dalam mengatasi intoleransi. Mereka meminta Sultan turun untuk mendekati rakyat dan menjadi penyejuk. "Situasi di Yogyakarta membahayakan kerukunan umat beragama," kata Gus Jaroh dari Brigade Bintang 9.
Baca: Organisasi Mahasiswa Desak Jokowi Tuntaskan Kasus Intoleransi
Acara itu diikuti oleh Brigade Bintang 9, organisasi sayap Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama. Selain itu, ada Banser, Pemuda Katolik, Tentara Langit, dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme. Sejumlah utusan dari 36 ormas hadir.
Buya Syafii menekankan agar Sultan sebagai gubernur mencegah tindakan yang mengganggu toleransi di Yogyakarta. "Harus ada kepekaan terhadap kebinekaan. Bangsa ini harus dijaga," kata Buya.
Ia mengajak semua kalangan untuk tidak berpikir sempit. Agama seharusnya menjadi pedoman untuk tidak melakukan aksi kekerasan maupun tindakan intoleransi. Islam dan agama yang lainnya, kata Buya, tidak pernah mengajarkan kekerasan. "Islam jadi korban segelintir orang yang mengaku sebagai muslim. Islam tidak ajarkan intoleransi."
Baca juga: Organisasi Mahasiswa Desak Jokowi Tuntaskan...
Untuk menekan kasus intoleransi, kata Buya, perlu koordinasi yang baik antara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan polisi. Buya juga berharap polisi bertanya kepada orang-orang yang benar-benar memahami agama untuk mengatasi praktik intoleransi.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono dikritik berbagai lembaga karena tidak tegas terhadap kelompok intoleran. Setara Institute dan Wahid Foundation di antaranya menyatakan ketidaktegasan pejabat daerah kian menyuburkan kelompok-kelompok intoleran karena merasa mendapat angin. Setara Institute menyebut Sultan belum mampu menjaga toleransi.