TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kemahasiswaan dan Kepemudaan Nasional mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah agar bekerjasama dengan solid, sinergis, dan responsif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan dan intoleran. Hal tersebut disampaikan oleh Presidium Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Putu Wiratnaya terkait serentetan aksi penyerangan terhadap pemuka agama dan rumah ibadah.
“Sayangnya, kami melihat belum ada penanganan yang sistematis dan efektif dari berbagai lembaga terkait,” kata Putu dalam keterangan tertulis pada Kamis, 15 Februari 2018.
Baca: BIN: Ada yang Politisasi Kasus-kasus Kekerasan pada Tokoh Agama
Untuk itu, mereka juga meminta Kepala Badan Intelejen Nasional Budi Gunawan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, serta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto agar berkoordinasi untuk mengungkap aktor intelektual dibalik “Serta mengoptimalkan tindakan preventif agar kejadian yang sama tidak terulang lagi,” kata Putu.
Mereka juga meminta kepada para tokoh mulai dari pemuka agama hingga elit politik untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang provokatif untuk menjaga kondusifitas masyarakat. Masalahnya, kata Putu, deretan kasus penyerangan tersebut dapat mengganggu stabilitas keamanan daerah dan nasional dan berpotensi memunculkan konflik.
Baca: Budi Gunawan: BIN Sudah Prediksi Kekerasan pada Tokoh Agama Marak
Adapun deretan kasus yang dimaksud adalah penyerangan pemuka agama sekaligus tokoh Nahdlatul Ulama Umar Basri di Bandung pada 27 Januari 2018, penganiayaan ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persis, H. R. Prawoto hingga tewas oleh orang tak dikenal pada 1 Februari 2018, dan persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Tangerang pada 7 Februari 2018.
Kemudian serangan terhadap rumah ibadah di Gereja Santo Ludwina, Kabupaten Sleman pada tanggal 11 Februari 2018, yang menyebabkan Romo Prier dan pengikutnya mengalami luka sabetan pedang samurai, perusakan masjid di Tuban, Jawa Timur, serta pelecehan terhadap rumah ibadah umat beragama Hindu di Bima, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 12 Februari 2018.
Putu mengatakan, organisasinya berharap persoalan-persoalan intoleransi dan radikal serupa harus segera ditangani sehingga konflik sekecil apapun dapat segera diselesaikan dengan serius dan tuntas.