TEMPO.CO, Palembang - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan memusnahkan puluhan taksidermi binatang dilindungi, Rabu, 7 Februari 2018. Puluhan satwa dilindungi itu mulai dari harimau sumatera, gajah, kambing hutan, kucing hutan, kucing emas, trenggiling, labi-labi, ketam tapak kuda, beruang madu, kuau, enggang, penyu sisik, hingga burung cendrawasih dan macan tutul jawa.
Kumpulan binatang yang dilindungi itu sudah menjadi awetan, ada berupa opsetan utuh, dan bagian satwa, yakni kepala, kulit, tulang, tanduk, sisik, telur, caling dan bulu. Binatang langka itu hasil sitaan BKSDA Sumsel dan polisi di Kabupaten Muara Enim, Lubuk Linggau, Lahat dan Palembang. Selain itu, ada juga yang diserahkan masyarakat.
“Semuanya genap 64 barang bukti,” kata Kepala BKSDA Sumsel Genman Hasibuan.
Pemusnahan yang disaksikan Tim Satgas SDA LN Kejaksaan Agung, Ditjen KSDAE Kementerian LHK, Ditjen Gakkum Kementerian LHK, Kejaksaan Tinggi Sumsel, BKSDA Sumsel dan Wildlife Conservation Society ini dilakukan setelah pengadilan negeri memerintahkan satwa langka itu dimusnahkan.
Pemusnahan itu, menurut Genmen, adalah upaya pemberantasan perdagangan satwa dilindungi di Sumsel. Dari data BKSDA Sumsel, gajah sumatera di Sumsel tak lebih dari 114 ekor dan harimau tak lebih 20-an.
Penyidik BKSDA Sumsel dan Kepolisian mengakui kesulitan mengatasi perdagangan satwa lindung itu. Kepala Kasi Wilayah Balai Penegakan Hukum LHK Sumsel Dodi Kurniawan mengatakan satwa-satwa itu beredar di pasar gelap.
“Satwa yang kita musnahkan itu yang kedapatan di Sumsel saja. Sebenarnya masih banyak yang lolos, bahkan keluar ke daerah lain, yakni Lampung, Pekanbaru, Medan,” katanya.
Dodi menceritakan timnya pernah suatu kali mengintai dan menangkap transaksi jual beli kulit harimau di halaman sebuah bank di Palembang pada 2017. Informasi didapatkan Tim Gakkum Kementerian LHK Sumsel lewat pantauan di media sosial. Modus dilakukan para pejual dan pembeli itu dengan memasukkan kulit harimau ke dalam kotak yang bertuliskan pempek.
“Setelah dibuka ternyata isinya dua lembar kulit harimau sumatera,” tuturnya.
Begitu juga dengan modus penyelundupan ke luar kota. Tempat-tempat umum, yakni terminal, dermaga, stasiun masih menjadi pilihan.
“Pelakunya ada dari masyarakat biasa, pengusaha dan pejabat negara,” katanya.
Alasan kepemilikan itu karena dari hobi, status sosial, investasi sampai demi kepercayaan dan mitos.
Dodi menjelaskan, penangkapan, melukai, memburu, menyimpan, memiliki, memelihara baik dalam keadaan utuh hidup dan juga dalam keadaan mati, termasuk memiliki barang-barang dari satwa yang dilindungi itu adalah pelanggaran UU No 5/1990 pasal 21 ayat 2. “Dalam pasal 40 ayat 2 UU KSDAHE, melakukan kejahatan itu akan dipidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus juta,” katanya.