TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Hotma Sitompul mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pengembalian itu karena uang honorarium yang diterimanya berasal dari dana proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Hotma menceritakan hal itu saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, hari ini.
Hotma berujar telah mengembalikan uang yang diterimanya setelah diberi tahu KPK. Ia tak keberatan meski sudah bekerja profesional.
Baca: Pengacara Hotma Sitompul Jadi Saksi di Sidang Setya Novanto
"Honorarium adalah penghormatan terhadap pekerjaan saya yang terhormat. Kalau pemberian ini berasal dari pemberian yang tidak terhormat, saya kembalikan," kata Hotma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Februari 2018.
Hotma mengaku menerima sejumlah uang Rp 142 juta dan USD 400 ribu atau setara Rp 5,3 miliar dengan hitungan kurs saat ini. Uang itu merupakan honorarium atas jasa Hotma sebagai penasihat hukum kemendagri.
Hotma memaparkan, jasanya dipakai oleh Kemendagri bukan untuk menangani kasus megakorupsi itu. Awalnya, Hotma menceritakan dua pejabat Kemendagri, yakni Irman dan Sugiharto bersama dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 Chairuman Harahap menemuinya. Diduga saat bagi-bagi duit e-KTP, Chairuman menjabat Ketua Komisi II DPR.
Baca: Hotma Sitompul: Paulus Tannos Sebut Setya Novanto Ketua E-KTP
Dalam pertemuan itu, Irman dan Sugiharto minta Hotma menjadi kuasa hukum Kemendagri. Sebab, tender yang kalah dalam lelang e-KTP menggugat kemendagri dan melapor ke kepolisian.
"Waktu itu diberi tahu sudah terjadi pemenang tender, tapi yang kalah tender lakukan gugatan lapor polisi dan KPK," jelas Hotma.
Chairuman mengaku merekomendasikan nama Hotma kepada mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Sewaktu bertemu dalam rapat Komisi II dengan Kemendagri, Gamawan mengeluhkan bahwa instansinya sedang perlu pengacara. Chairuman menyodorkan nama Hotma. "Bukan mencarikan. Jadi bicara-bicara di situ bahwa mereka perlu pengacara," ujar Chairuman.