TEMPO.CO, Jakarta - Ketua SETARA Institute Hendardi menilai kepemimpinan TNI dan Polri saat ini dapat menjamin netralitas dalam pemilihan kepala daerah 2018. Sehingga publik, menurut dia, tidak perlu terlalu khawatir dengan netralitas TNI dan Polri di pilkada.
“Kekhawatiran dapat dimaklumi, tapi jika melihat kepemimpinan pada dua institusi tersebut, jaminan netralitas tampak dipegang teguh.” kata Hendardi pada Sabtu, 20 Januari 2018.
Namun untuk jangka panjang nanti, menurut Hendardi, penyelenggara pemilu perlu membuat mekanisme yang lebih terukur untuk memastikan netralitas TNI dan Polri dalam pemilu. “Misalnya dengan masa jeda beberapa tahun bagi anggota Polri dan TNI untuk bisa ikut berkontestasi dalam politik,” kata dia.
Baca: Banyak Jenderal Ikut Pilkada, KSAD: Jangan Ragukan Netralitas TNI
Untuk jangka pendek, menurut Hendardi, kecemasan akan netralitas TNI dan Polri dalam pilkada mendatang harus dinetralisir dengan kinerja Badan Pengawas pemilihan umum (Bawaslu) dan penegak hukum lainnya memastikan institusi TNI dan Polri tidak beroperasi.
Ia berpendapat ada dua sisi mengapa partai-partai politik sebagai pusat kaderisasi politik malah memberikan kesempatan-kesempatan politik kepada perwira maupun purnawirawan TNI dan Polri di Pilkada 2018. Dia menyebutkan, di sisi lain hal tersebut karena kegagalan partai politik melakukan kaderisasi dan keberhasilan kepemimpinan TNI dan Polri.
“Jadi karena keberhasilan itu, TNI/Polri meraih kepercayaan publik sehingga memiliki daya elektabilitas untuk berkontes,” kata Hendardi.
Baca: Ancaman Sanksi Bagi PNS yang Tak Netral dalam Pilkada
Pilkada serentak 2018 diramaikan oleh sejumlah figur jenderal aktif maupun purnawirawan dari kesatuan TNI dan Polri sebagai calon gubernur. Fenomena ini dinilai sebagai fenomena baru yang terjadi dalam pesta rakyat lima tahunan itu.
Meski begitu, Direktur Lembaga Monitor Indonesia Ali Rif'an menilai, bukan berarti para jenderal itu memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan calon dari sipil. Sebab, kata dia, kondisi politik saat ini berbeda dengan kondisi di zaman orde baru.
Menurut dia, saat ini perwira tinggi dari TNI maupun Polri yang ikut dalam kancah perpolitikan memiliki potensi yang sama dengan sipil. “Gigi politiknya tidak seperti zaman orde baru. Orde baru perwira maju, sudah selesai semua, sekarang biasa saja, kalau dilihat secara umum,” kata dia kepada Tempo pada Selasa, 26 Desember 2017.