TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya belum dapat menindaklanjuti kasus La Nyalla Mattalitti. "Tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada laporan dan klarifikasi," kata Afif kepada Tempo melalui pesan pendek, Kamis, 18 Januari 2018.
Menurut Afif, Bawaslu akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) terkait kasus ini.
Baca: Tak Penuhi Panggilan Bawaslu, La Nyalla: Sudah Cukup di Media
La Nyalla telah dua kali mangkir dari panggilan Bawaslu Provinsi Jawa Timur, yaitu pada Senin, 15 Januari 2018, dan Rabu, 17 Januari 2018. Pemanggilan itu dilakukan karena Bawaslu ingin mengklarifikasi soal pernyataannya terkait adanya permintaan uang Rp 40 miliar dari Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurut Afif, tidak ada keterangan yang diberikan La Nyalla atas ketidakhadirannya.
Saat dikonfirmasi, La Nyalla mengaku tidak hadir memenuhi panggilan Bawaslu karena tidak menerima undangan. "Emangnya ada panggilan, tah?" kata dia. La Nyalla mengaku sedang tidak berada di Surabaya.
La Nyalla menolak dituding tak memiliki itikad baik lantaran dua kali mangkir dari undangan Bawaslu untuk memberi penjelasan dan bukti-bukti adanya permintaan mahar politik oleh Gerindra. “Itikad baik apa? Saya sudah cukup ngomong di media. Silakan aja media nggoreng,” ucapnya.
Baca: Kasus La Nyalla, Waketum Gerindra: Tidak Usah Diperpanjang Lagi
Dalam menangani permasalahan La Nyalla ini, Bawaslu tidak akan gegabah. Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Jawa Timur AangKunaifi mengatakan pihaknya memerlukan laporan langsung dari La Nyalla dan bukti- bukti yang cukup.
Selain itu, kata Aang, Bawaslu juga perlu bersinergi dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan ketika dugaan pelanggaran itu memenuhi unsur pidana. "Jadi kami di Bawaslu mendirikan Sentra Gakundum untuk memudahkan koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam hal menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang sifatnya pidana," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 17 Januari 2018.
ARTIKA RACHMI FARMITA