TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo merespons ditolaknya uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, peraturan ambang batas pencalonan presiden sudah tepat dan sesuai konstitusi.
"Argumen yang dibangun oleh pemerintah baik dalam pembahasan pansus DPR dan sidang MK, selama ini sudah tepat, sejalan tegak lurus dengan konstitusi," kata Tjahjo kepada wartawan di Jakarta, Kamis 11 Januari 2017.
Baca: MK Tolak Uji Materi Ambang Batas Pencalonan Presiden
Tjahjo berdalih pengaturan Presidential Threshold diperlukan untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Ia meyakini sistem ambang batas ini mampu menghasilkan pemimpin nasional yang juga negarawan.
MK menolak uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold. Beleid ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk mengusung pasangan calon presiden.
Baca juga: MK Perintahkan Partai Calon Peserta Pemilu 2019 Diverifikasi
Hal berbeda disampaikan Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni. Titi mengatakan putusan MK terhadap pasal 222 mempersulit munculnya calon presiden alternatif dalam Pemilu 2019. "Akan sulit berharap banyak akan muncul figur alternatif presiden, tapi bukan figur yang kita kehendaki," ujarnya.