TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI)
Sjamsul Nursalim beserta istrinya, Itjih Nursalim. Lembaga antirasuah itu masih berupaya mendatangkan Sjamsul dan istrinya untuk penyidikan kasus BLBI ini.
"Belum dapat informasi dari penyidik kapan bersangkutan akan dijadwalkan (diperiksa) kembali," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dihubungi, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca: Kasus BLBI, KPK Tahan Eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung
Menurut Priharsa, KPK telah melakukan beberapa upaya untuk mendatangkan Sjamsul dan Itjih. Salah satunya dengan berkoordinasi dengan otoritas di luar negeri. Ketika ditanya apa hasil koordinasi itu, Priharsa belum menjawabnya.
Awal November 2017, juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan surat panggilan sudah dikirimkan ke alamat kediaman Sjamsul yang kini bermukim di Singapura. Adapun KPK telah berkoordinasi dengan otoritas negara Singapura, tapi Sjamsul dan istri tetap mangkir.
KPK, kata Febri, juga telah berusaha mencari alternatif lain agar perkara itu tidak tertunta. Namun ada masalah dalam pemanggilan keduanya. "Ada aturan hukum yang berbeda dan batasan kewenangan KPK ketika tidak ada di wilayah Indonesia," kata Febri.
Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat pemanggilan pemeriksaan kepada Sjamsul.
Namun, ia tak pernah hadir di gedung KPK dan mangkir tiga kali. Dua di antaranya, pemanggilan itu diagendakan pada Jumat, 25 Agustus dan Senin, 6 November 2017.
Baca: KPK Sudah Periksa 39 Saksi dalam Kasus BLBI
Rencananya, Sjamsul dan Itjih diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Pemeriksaan itu terkait kasus suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul pada 2004.
Perkembangan kasus BLBI ini adalah ditetapkannya Syafruddin sebagai tersangka pada Kamis, 21 Desember 2017. Per 21 Desember 2017 hingga 20 hari ke depan, Syafruddin akan ditahan di rutan kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK. Atas perbuatannya, Syafruddin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
TIKA AZARIA | MAYA AYU PUSPITASARI