TEMPO.CO, Jakarta - 240 Pendamping Desa Migran Produktif (Desmigratif) dari seluruh Indonesia mengikuti bimbingan teknis cara bermigrasi yang aman bagi calon pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Acara tersebut dilaksanakan Kementerian Ketenagakerjaan, di Jakarta, 30 Oktober-2 November 2017.
Desmigratif adalah salah satu upaya pemerintah melindungi dan meningkatkan kesejahteraan para TKI yang bekerja di luar negeri dan keluarganya, sejak dari kampung halaman, saat bekerja, hingga kembali ke kampung halaman. Sebagai tahap awal, dipilih 122 desa kantong TKI dari berbagai daerah sebagai pelaksana program.
Baca Juga:
“Guna memastikan program berjalan sesuai dengan idealitas yang diharapkan, pemerintah merekrut tenaga pendamping desmigratif. Setiap desa dua tenaga pendamping,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Maruli A. Hasoloan.
Untuk memastikan tenaga pendamping desmigratif berjalan maksimal, lanjut Maruli, pemilihannya ditentukan melalui musyawarah desa, serta harus berasal dari desa setempat.
Selama empat hari, para pendamping mendapatkan bimbingan teknis tentang program desmigratif, memahami peluang dan tata cara bekerja di luar negeri yang aman, serta memahami layanan informasi pasar kerja online di pusat layanan migrasi. Memahami model pemberdayaan TKI setelah kembali ke kampung halaman.
Maruli menjelaskan salah satu pemicu terjadinya pengiriman TKI ilegal dan kejahatan perdagangan orang adalah keterbatasan informasi tentang bermigrasi yang benar, serta lamanya proses pengurusan pada layanan migrasi. Dengan mendekatkan layanan migrasi dan info pasar kerja di luar negeri secara online di desa-desa kantong TKI serta dengan pelayanan yang cepat, diharapkan tak terjadi lagi pengiriman TKI secara ilegal.
Selain bimbingan soal layanan migrasi, para pendamping desmigratif juga mendapatkan berbagai materi, antara lain tentang koperasi dan usaha mikro bagi keluarga TKI serta mantan TKI, cara pengelolaan uang remitansi TKI, pengetahuan tentang perlindungan dan pengasuhan anak untuk program community parenting bagi anak TKI. Selain itu, ada pula pemberian materi soal pemahaman tentang bahaya human trafficking, perlindungan TKI sebelum berangkat, saat bekerja, hingga kembali ke kampung halaman, serta soal BPJS ketenagakerjaan.
Turiyah, salah satu pendamping desmigratif dari Desa Kuripan Watumalang, Wonosobo, mengatakan bimbingan teknis menambah kapasitas pendamping tentang layanan migrasi yang cepat, serta informasi bekerja di luar negeri yang komprehensif. “Temuan di kampung kami, ada warga menjadi TKI ilegal karena ada iming-iming dari calo. Hal ini tak akan terjadi kalau warga dapat informasi yang cukup soal tata cara bekerja di luar negeri, serta layanan yang cepat,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Andi Novianto, pendamping desmigratif dari Desa Mojorejo, Karangmalang, Sragen. “Dengan layanan yang cepat dan lengkap, calon TKI dan keluarganya merasa tenang,” ucapnya. Saat ini, di desanya juga sedang dirintis koperasi untuk TKI dan keluarganya.
Program desmigratif melibatkan 11 Kementerian dan lembaga, yaitu Kementerian Pariwisata, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Badan Ekonomi Kreatif.
Pemerintah juga menggandeng Bank Indonesia, BRI, BNI, Bank Dunia, PT Sampoerna, serta sejumlah lembaga swasta lainnya. Pada 2018, desmigratif akan dikembangkan di 130 desa kantong TKI lain dan 150 desa pada 2019. (*)