TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana menafsirkan kerugian akibat Gunung Agung di Bali yang berstatus awas. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kerugian ekonomi akibat hal tersebut mencapai Rp 1,5-2 triliun.
"Sampai hari ke-34 status awas Gunung Agung diperkirakan kerugian mencapai Rp 1,5-2 triliun," ujar Sutopo di kantor BNPB, Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2017.
Baca juga: Hasil Foto Drone Perlihatkan Rekahan Kawah Gunung Agung Meluas
Sejak 22 September 2017, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menetapkan status awas pada Gunung Agung. Namun, sampai sekarang Gunung Agung belum menunjukkan tanda-tanda letusan.
Sutopo mengatakan dari Rp 1,5-2 triliun itu, sektor yang paling besar menderita kerugian adalah sektor perbankan yang disebabkan oleh kredit macet. Sebab, kata dia, berhentinya aktivitas dan pengungsian warga menjadi penyebabnya. "Angkanya mencapai Rp 1,05 triliun," ucapnya.
Baca juga: Gubernur Bali Minta Status Gunung Agung Turun, PVMBG: Tunggu
Selain itu, kata dia, sektor yang menderita kerugian besar adalah sektor pariwisata. Dia mengatakan sektor pariwisata ini kerugiannya mencapai Rp 264 miliar. "Dari hilangnya pekerjaan para pengungsi juga menyebabkan kerugian Rp 204,5 miliar," katanya.
Sutopo mengatakan perkiraan kerugian dari sektor pertanian, peternakan, dan kerajinan tidak kurang dari Rp 100 miliar. Selain itu, dia melanjutkan, berhentinya pertambangan, dan pembangunan juga mengakibatkan kerugian ekonomi. "Berhentinya aktivitas pertambangan dan pembangunan berkisar Rp 200-500 miliar," tuturnya.
Sampai saat ini pihak BNPB masih belum tahu kapan status awas Gunung Agung dapat diturunkan. Sutopo mengatakan dia akan merapatkan hal ini dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. "Siang ini kami rapatkan dengan Pak Luhut, Gubernur Bali, Kapolda Bali, dan lainnya, akankah diturunkan atau diperpanjang," tuturnya.
SYAFIUL HADI