TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti CSIS, Arya Fernandes mengatakan kabar pemberhentian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Golkar, Yorrys Raweyai dari jabatanya akan menambah konflik baru di internal elit partai. Pemberhentian Yorrys akan memicu sejumlah pergerakan kader-kader yang berbeda kubu untuk terus menggoyang kepemimpinan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto.
"Tetapi mereka juga akan menunggu seberapa besar kekuatan mereka untuk bisa menggoyang Setya," kata Arya ketika dihubungi Tempo, Rabu, 4 Oktober 2017.
Baca:
Setya Novanto Copot Yorrys Raweyai dari Korbid Polhukam
Setya Novanto Pecat Yorrys, Doli Kurnia: Golkar Lagi Sakit
Konflik internal Partai Golkar ini muncul sejak Setya Novanto ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi proyek KTP elektronik, Juli 2017. Konflik semakin menguat ketika Yorrys meminta Setya untuk mundur dari jabatannya.
Yorrys bahkan sempat menjadi pemimpin dalam tim kajian elektabilitas Partai Golkar. Hasil dari kajian itu menunjukkan terjadinya penurunan elektabilitas partai lantaran Setya tersangkut korupsi e-KTP. Lewat tim kajian elektabilitas, ia bahkan merekomendasikan agar Setya Novanto dinonaktifkan untuk memperbaiki elektabilitas Golkar yang menurun.
Baca juga:
Syaikhu Yakin Prabowo Tetap Mendukungnya di Pilgub Jabar
Prabowo Bantah Gerindra Mobilisasi Isu PKI
Menurut Yorrys ada empat hal yang menyebabkan elektabilitas partainya merosot. Yakni, Setya yang menjadi tersangka korupsi e-KTP, tidak adanya kader kaliber nasional, efek pemilihan gubernur DKI Jakarta, dan belum tuntasnya konsolidasi pascarekonsiliasi tahun lalu. Yorrys mengadang-gadang Airlangga Hartarto sebagai ketua umum calon sebagai penganti Setya.
Menurut Arya, kemenangan Setya dalam gugatan praperadilan tentu akan membuat kubu-kubu yang berlawanan dengan Setya akan berhitung ulang.