Muhammadiyah Desak Presiden Mediasi Konflik KPK Vs DPR
Reporter
Editor
Rabu, 13 September 2017 21:48 WIB
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) menerima kunjunga Presiden Joko Widodo di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, 8 November 2016. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Bandung - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memandang perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Perwakilan Rakyat sudah melebar terlalu jauh. “Saya lihat sudah terlalu jauh untuk tarik-menarik. Karena itu, perlu ada mediasi. Presiden perlu memediasi,” katanya di Bandung, Rabu, 13 September 2017.
Haedar Nashir meminta Presiden Joko Widodo segera menengahi konflik yang terjadi di antara dua lembaga tersebut. “Perlu ada negosiasi. Problem apa yang selama ini menjadi permasalahan, baik di KPK maupun DPR. Saya percaya, dalam konteks ini, Presiden sebagai kepala pemerintahan mungkin dapat menjembatani poin krusial antara KPK dan DPR,” ujarnya.
Haedar meminta DPR berdiri di atas kepentingan bangsa dan negara serta menyisihkan hal-hal yang sifatnya kasuistik. "Jangan karena ada kasus-kasus anggota DPR, terbawa kasus, lalu ingin mengebiri KPK. Ini juga tidak baik,” ucapnya.
Sedangkan terhadap KPK, Haedar meminta lembaga antirasuah itu obyektif dengan tetap mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Jika DPR memandang KPK ada kelemahan, kata Haedar, KPK juga harus memperbaiki kelemahan itu serta mau berubah.
Haedar Nashir berharap KPK tidak menjadi alat politik siapa pun, baik yang terang-terangan maupun tersembunyi. "Saya tidak tahu detailnya, tapi itu pesan moralnya. KPK, siapa pun pimpinannya, tidak boleh menjadi alat politisasi kasus, politisasi kepentingan, dan politisasi kekuasaan,” ucapnya.