Febri Diansyah, Kepala Biro Humas KPK. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, menyebutkan KPK tidak berencana membentuk lembaga baru untuk mengawasi aliran dana desa.
"Temuan kita itu lebih pada soal pengalokasian dan distribusi," kata Febri di Jakarta Creative Hub, Jakarta Pusat, Ahad, 20 Agustus 2017. "Jadi kita belum bicara tentang kajian pembentukan lembaga baru."
Dari hasil pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) ada setidaknya 110 kasus korupsi dana desa yang telah diproses oleh penegak hukum. Diperkirakan 139 pelaku terlibat dan kerugian negara disinyalir mencapai Rp 30 miliar.
Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi dengan dana desa di Pamekasan, Jawa Timur. Dalam kasus tersebut, para pejabat Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga menjanjikan hadiah senilai Rp 250 juta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya.
Suap tersebut diberikan guna menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan oleh Kajari Pamekasan dalam korupsi proyek infrastruktur sebesar Rp 100 juta dengan dana desa.
Selain KPK, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia juga menyebutkan tidak perlu membentuk lembaga baru untuk mencegah korupsi dana desa.
Menurut Mendes Eko Putro Sandjojo, upaya yang harus dilakukan adalah memperkuat penegakan hukum. Percuma jika dibentuk satuan tugas (satgas) atau lembaga pencegahan baru apabila hukumnya tidak berjalan. Selain itu, saat ini sudah banyak lembaga yang mengawasi penyelewengan dana desa.
"Yang mengawasi dana desa banyak, Kementerian Dalam Negeri (Kemendag) punya satgas, Kementerian Keuangan punya satgas, KPK punya satgas, BPKP punya satgas, masyarakat mengawasi, NGO mengawasi, saya yakin setiap ada penyelewengan itu pasti ter-blow up," kata Eko di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Sabtu, 19 Agustus 2017.